ANALISIS KEUTUHAN WACANA TAJUK
RENCANA
DALAM SURAT KABAR SUARA MERDEKA
EDISI KAMIS, 15 JULI 2006
Taofiq
Arrohman
0620064811
PBSI
Semester 5 Sore
Abstrak
Dari sudut bentuk bahasa, atau yang
bertalian dengan hierarki bahasa, yang dimaksud dengan wacana adalah bentuk
bahasa di atas kalimat yang mengandung tema. Hal ini biasanya terdiri atas alinea-alinea,
anak-anak bab, bab-bab, atau karangan-karangan utuh, baik yang terdiri atas
bab-bab maupun tidak. Koran mengandung banyak informasi didalamnya. Dari informasi
tentang politik, hukum, sosial, budaya, kesenian hiburan, teknologi, ilmu
pengetahuan dan lain-lain. Dalam ilmu pengetahuanAnalisis dilakukan untuk
mendapatkan suatu data yang kongrit dan teruji kebenarannya dan dapat
dipertanggungjawabkan oleh peneliti. Dalam melakukan analisis dapat dilakukan
dengan cara menganalisis hasil analisis orang lain untuk dikembangkan kembali
agar lebih detail, atau dengan menganalisis data yang belum ada sebelumnya untuk
dijadikan acuan peneliti lain dan menambah ilmu pengetahuan khususnya bidang
ilmu bahasa. Objek ataupun sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebuah tajuk rencana yang termuat dalam surat kabar
Suara Merdeka edisi kamis, 15 Juli 2006. Dalam analisis penelitian ini penulis
menggunakan metode analisis isi. Alasan tajuk rencana dapat dimasukkan ke dalam
wacana karena memiliki syarat dan ciri kewacanaan seperti: informasi dalam
setiap kalimat dan paragraf berhubungan dengan informasi yang terkandung dalam
kalimat atau paragraf lainnya dan memiliki unsur-unsur kohesi dan koherensi.
Kata
Kunci: wacana, tajuk, kohesi, koherensi.
PENDAHULUAN
Dari sudut bentuk bahasa, atau yang
bertalian dengan hierarki bahasa, yang dimaksud dengan wacana adalah bentuk
bahasa di atas kalimat yang mengandung tema. Hal ini biasanya terdiri atas alinea-alinea,
anak-anak bab, bab-bab, atau karangan-karangan utuh, baik yang terdiri atas
bab-bab maupun tidak.
Berdasarkan level konseptual
teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua pernyataan, yaitu semua
ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata.
Wacana menurut konteks penggunaannya merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat
dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu. Sedangkan menurut metode
penjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan
sejumlah pernyataan.
Dalam pengertian linguistik, wacana
adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bahasa. Oleh karena
itu wacana sebagai kesatuan makna dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh
karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu. Selain
dibangun atas hubungan makna antarsatuan bahasa, wacana juga terikat dengan
konteks. Konteks inilah yang dapat membedakan wacana yang digunakan sebagai
pemakaian bahasa dalam komunikasi dengan bahasa yang bukan untuk tujuan
komunikasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa wacana yaitu
(1) komunikasi verbal; percakapan; (2) lingkungan keseluruhan tutur yang merupakan
suatu kesatuan; (3) lingkungan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan
dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato
atau khutbah; (4) lingkungan atau prosedur berpikir secara sistematis;
kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat;
(5)pertukaran ide secaraverbal.
LANDASAN
TEORI
Hakikat Wacana
Menurut Hawthorn (1992) wacana
adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara
pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya
ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sedangkan Roger Fowler (1977) mengemukakan
bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik
pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang termasuk di dalamnya. Foucault
memandang wacana kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan, kadang kala
sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai
sebuah praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Aminuddin,
Wacana adalah kesuluruhan unsur-unsur yang membangun perwujudan paparan bahasa
dalam peristiwa komunikasi. Wujud konkretnya dapat berupa tuturan lisan maupun
teks tulis. Lebih lanjut, ia menyatakan ruang l ingkup
analisis wacana selain merujuk pada wujud objektif paparan bahasa berupa teks,
juga berkaitan dengan dunia acuan, konteks, dan aspek pragmatik yang ada pada
penutur maupun penanggap.
Michael Stubbs, menyatakan bahwa
analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas kalimat
atau klausa, dan karenanya mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas,
seperti pertukaran percakapan atau teks tulis. Analisis wacana juga
memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, dan khususnya
interaksi atau dialog antar penutur.
Jan Renkema, mengemukakan studi
wacana adalah disiplin ilmu yang ditekuni untuk mencari hubungan antara bentuk
dan fungsi di dalam komunikasi verbal. Studi wacana merupakan disiplin ilmu
linguistik yang bertujuan menyelidiki bukan saja hubungan antara bentuk dan makna,
melainkan juga keterkaitan antara bentuk dan fungsi bahasa di dalam komunikasi
yang menggunakan bahasa sebagai sarananya. Sedangkan Soeseno Kartomihardjo,
menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan
untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat dan
lazim disebut wacana. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraf, teks bacaan,
undangan, percakapan, cerpen, dan sebagainya. Analisis wacana berusaha mencapai
makna yang persis sama atau paling tidak sangat dekat dengan makna yang
dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan atau oleh penulis dalam wacana
tulisan. Analisis wacana banyak menggunakan pola sosiolinguistik, suatu cabang
ilmu bahasa yang menelaah bahasa di dalam masyarakat.
Menurut Abdul Chaer, Wacana adalah
satuan bahasa yang terlengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana dikatakan lengkap karena di
dalamnya terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana
lisan) tanpa keraguan apapun. Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena
wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya (kohesi dan koherensi).
Kekohesian adalah keserasian hhubungan antar unsur yang ada. Wacana yang
kohesif bisa menciptakan wacana yang koheren (wacana yang baik dan benar).
B.H.Hoed, Wacana adalah suatu bangun
teoritis yang bersifat abstrak. Wacana dikaji sebagai bangun teoritis yang
memperlihatkan hubungan antara satu proposisi atau sejumlah proposisi dengan
kerangka acuannya yang berupa konteks dan sittuasi. Dalam batasan tersebut,
B.H.Hoed membedakan antara wacana yang bersifat abstrak dan termasuk dalam
tataran langue dengan teks yang bersifat konkret (merupakan realisasi wacana)
dan termasuk dalam tataran parole.
Bambang Yudi Cahyono, Analisis
wacana adalah ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau
klausa. Wacana dibentuk dari satuan bahasa di atas klausa atau kalimat, baik
lisan seperti percakapan maupun tulis seperti teks-teks tertulis.
Norman Fairclough, Wacana adalah pemakaian bahasa tampak sebagai sebuah bentuk praktek sosial, dan analisis wacana adalah analisis mengenai bagaimana teks bekerja/berfungsi dalam praktek sosia-budaya. Dalam hal ini Fairclough memandang wacana sebagai bentuk praktek sosial yang terungkap melalui pemakaian bahasa. Dengan demikian analisis wacana berusaha menjelaskan bagaimana bahasa (teks) berfungsi mengungkapkan realitas sosial budaya. Aspek-aspek yang dikaji meliputi bentuk, struktur, dan organisasi teks mulai dari tataran yang terendah fonologi (fonem), gramatika (morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat), leksikon (kosakata), sampai dengan tataran yang lebih tinggi seperti sistem pergantian percakapan, struktur argumentasi, dan jenis-jenis aktivitas.
Norman Fairclough, Wacana adalah pemakaian bahasa tampak sebagai sebuah bentuk praktek sosial, dan analisis wacana adalah analisis mengenai bagaimana teks bekerja/berfungsi dalam praktek sosia-budaya. Dalam hal ini Fairclough memandang wacana sebagai bentuk praktek sosial yang terungkap melalui pemakaian bahasa. Dengan demikian analisis wacana berusaha menjelaskan bagaimana bahasa (teks) berfungsi mengungkapkan realitas sosial budaya. Aspek-aspek yang dikaji meliputi bentuk, struktur, dan organisasi teks mulai dari tataran yang terendah fonologi (fonem), gramatika (morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat), leksikon (kosakata), sampai dengan tataran yang lebih tinggi seperti sistem pergantian percakapan, struktur argumentasi, dan jenis-jenis aktivitas.
Gillian Brown dan George Yule,
Analisis wacana adalah analisis atas bahasa yang digunakan. Analisis wacana
bertitik tolak dari segi fungsi bahasa, artinya analisis wacana mengkaji untuk
apa bahasa ittu digunakan. Di dalam analisisnya kedua ahli tersebut memfokuskan
pada dua fungsi utama : (1) fungsi transaksional, yaitu fungsi bahasa unttuk
mengungkapkan isi, dan (2) fungsi interaksional, yaitu fungsi bahasa yang
terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi.
Moeliono menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu atau rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lain, membentuk satu kesatuan.
Moeliono menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu atau rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lain, membentuk satu kesatuan.
Menurut Djajasudarma, wacana adalah
(1) perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu kesatuan; (2) keseluruhan
tutur. Tarigan mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koheresi dan
kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang
nyata disampaikan secara lisan atau tertulis. Sedangkan menurut Michael Mc Carthy,
Analisis wacana berkaitan dengan studi tentang hubungan antara bahasa dengan
konteks dalam pemakaian bahasa. Analisis wacana mempelajari bahasa dalam
pemakaian : semua jenis teks tetulis dan data lisan, dari percakapan sampai
dengan bentuk-bentuk percakapan yang sangat melembaga. Analisis wacana mencakup
studi tentang interaksi lisan atau tulis. Senada dengan Brown dan Yule, Carthy
juga berpandangan bahwa analisis wacana menekankan pada hubungan antara bahasa
dengan konteks dalam pemakaian bahasa, baik berkenaan dengan teks tertulis
maupun data lisan.
Menurut Kridalaksana, wacana adalah
satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan kesatuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk
karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraph, kalimat,
atau kata yang membawa amanat yang lengkap. I. Praptomo Baryadi, Wacana adalah
satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah,
kutbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat,
dan dokumen tertulis, yang dilihat dari segi bentuk bersifat kohesif, saling
terkait dan dari segi makna bersifat koheren, terpadu. Pendapat lebih jelas
lagi dikemukakan oleh Jusuf Syarif Badudu (2000) yang memaparkan; wacana
sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi
atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang
tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir yang
nyata,disampaikan secara lisan dan tertulis. Sementara itu Samsuri memberi
penjelasan mengenai wacana, menurutnya; wacana ialah rekaman kebahasaan yang
utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat
yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu
dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Lull
(1998) memberikan penjelasan lebih sederhana mengenai wacana, yaitu cara objek
atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan
pemahaman tertentu yang tersebar luas. Mills (1994) merujuk pada pendapat
Foucault memberikan pendapatnya yaitu wacana dapat dilihat dari level
konseptual teoretis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan.
Dari uraian di atas, jelaslah
terlihat bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang
dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan
bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian apapun bentuk pernyataan yang
dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat konteks
di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.
Tajuk
rencana adalah artikel pokok dalam surat kabar yang merupakan pandangan redaksi
terhadap peristiwa yang sedang menjadi pembicaraan pada saat surat kabar itu
diterbitkan. Dalam tajuk rencana biasanya diungkapkan adanya informasi atau
masalah aktual, penegasan pentingnya masalah, opini redaksi tentang masalah
tersebut, kritik dan saran atas permasalahan, dan harapan redaksi akan peran
serta pembaca.
Menyusun
tajuk rencana yang baik dapat dilakukan dengan cara merujuk pada teori ANSVA
dari Alan H Monroe. Menurut Monroe dalamdalam Raymond S. Ross, dalam Persuasion:
Communication and Interpersonal Relation (1974:185), terdapat lima tahap
urutan motif yang sesuai dengan cara berpikir manusia dalam formula ANSVA:
perhatian (attention), kebutuhan (needs), pemuasan (satisfaction),
visualisasi (visualization), dan tindakan (action).
Menurut
teori SEES ada empat tahap untuk mempengaruhi khalayak pembaca yang sedang
sibuk, dalam situasi bergegas. Pertama, lontarkan pernyataan singkat
yang dapat menggugah perhatian khalayak pembaca (statement). Kedua,
beri penjelasan yang relevan terhadap pernyataan singkat tersebut (explanation).
Ketiga, yakinjkan penjelasan dengan memberikan contoh-contoh (example).
Keempat, ikat hati dan pikiran pembaca dengan kesimpulan yang tegas dan
ringkas (summary).
Tujuan tentang Kohesi
Kohesi adalah hubungan
antarbagian dalam teks yang ditandai penggunaan unsur bahasa. Konsep kohesi
pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, artinya unsur-unsur wacana (kata
atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan
secara padu dan utuh (Mulyana, 2005: 26)
Kohesi
merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi juga merupakan organisasi
sintaktik dan merupakan wadah ayat-ayat yang disusun secara padu dan juga padat
untuk menghasilkan tuturan (Tarigan, 1987: 96). Ini bermaksud bahwa kohesi
adalah hubungan di antara ayat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat
gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan
juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan
wacana yang baik pula. Wacana benar-benar bersifat kohesif apabila terdapat
kesesuaian secara bentuk bahasa terhadap konteks (James dalam Tarigan, 1987:
97).
Konsep
kohesi mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur (kata atau kalimat)
yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan yang padu dan
utuh. Dengan kata lain, kohesi adalah aspek internal dari struktur wacana.
Tarigan (1987: 96) Menambahkan bahwa penelitian terhadap unsur kohesi adalah
bagian dari kajian tentang aspek formal bahasa, dengan organisasi dan struktur
kewacanaannya yang berkonsentrasi pada dan bersifat sintaksis gramatikal.
Wacana yang
baik dan utuh adalah jika kalimat-kalimatnya bersifat kohesif. Hanya melalui
hubungan yang kohesif, maka ketergantungannya pada unsur-unsur lainnya.
Hubungan kohesif khusus yang bersifat lingual formal. Selanjutnya, Halliday
(1976: 4) mengemukakan bahwa unsur-unsur kohesi wacana terdiri atas dua jenis,
yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Unsur-unsur kohesi gramatikal
terdiri dari reference (referensi), subtitution (subtitusi), ellipsis (elipsis), dan conjunction (konjungsi), sedangkan unsur
kohesi leksikal terdiri atas reiteration
(reterasi) dan collacation
(kolakasi).
Referensi
atau penunjukkan merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan
penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau
satuan gramatikal lainnya (Ramlan dalam Mulyana, 2005: 133). Dalam konteks
wacana, penunjukkan terbagi atas dua jenis yaitu penunjukkan eksoforik (di luar
teks) dan penunjukkan endoforik (di dalam teks). Dalam aspek referensi,
terlihat juga adanya bentuk-bentuk pronomina (kata ganti orang, kata ganti
tempat, dan kata ganti lainnya.
Subtitusi
(penggantian) adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain
dalam satuan yang lebih besar. Proses subtitusi merupakan hubungan gramatikal
dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Elipsis (penghilangan) adalah
proses penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan lain. Bentuk atau unsur
yang dilesapkan itu dapat diperkikrakan wujudnya dari konteks luar bahasa
(Kridalaksana, 1984: 40). Konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan
kebahasaan yang berfugsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung antara
kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kelimat dengan
kalimat, dan seterusnya (Kridalaksana, 1984: 105 dan Tarigan, 1987 : 101).
Kohesi leksikal
adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan
keserasian struktur secara kohesif. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal
diantaranya adalah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan
informasi, dan keindahan bahasa lainnya.
Tinjauan tentang Koherensi
Koherensi adalah keterkaitan antara bagian
yang satu dengan bagian yang lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna
yang utuh (Brown dan Yule dalam Mulyana, 2005: 30). Dalam
struktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata
pertalian batin antara proposisi yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan
keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya
hubungan-hubungan makna yang terjadi antar unsur secara semantik. Hubungan
tersebut kadang kala terjadi dengan alat bantu kohesi, namun kadang-kadang
dapat terjadi tanpa bantuan alat kohesi, secara keseluruhan hubungan makna yang
bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis.
Keberadaan unsur koherensi
sebenarnya tidak pada satuan teks pada satuan teks saja (secara formal),
melainkan juga pada kemampuan pembaca atau pendengar dalam mengubung-hubungkan
makna dan menginterpretasikan suatu bentuk wacana yang diterimanya. Jadi, kebermaknaan
unsur koherensi terletak pada kelengkapannya yang serasi antara teks dengan
pemahaman penutur atau pembaca (Brown, 1986: 224).
Pada dasarnya, hubungan koherensi
adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara
logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit karena berkaitan dengan bidang
makna yang memerlukan interpretasi. Harimurti (1984:69) mengemukakan bahwa
hubungan koherensi wacana sebenarnya adalah hubungan makna atau maksud.
Artinya, antara kalimat bagian yang satu dengan kalimat lainnya secara semantis
memiliki hubungan makna. Kajian mengenai koherensi dalam tataran analisis
wacana merupakan hal mendasar dan relatif paling penting karena permasalahan
pokok dalam analisis wacana adalah bagaimana mengungkapkan hubungan-hubungan
yang rasional dan kaidah-kaidah tentang cara terbentuknya tuturan yang koheren.
Suatu rangkaian kalimat dituntut
bersifat gramatikal sekaligus berhubungan secara logis dan kontekstual. Dengan
demikian analisis wacana juga merupakan analisis keruntututan dan kelogisan
berpikir. Jadi, koherensi adalah kepaduan antarbagian secara batiniah.
Bagian-bagian yang disebut proporsi tersebut membentuk jalinan semantik
sehingga tersusun kesatuan makna yang utuh.
ANALISIS
Keutuhan Wacana
Kohesi
Menurut Halliday
dan Hassan (1976), unsur kohesi terbagi atas dua macam, yaitu unsur leksikal
dan unsur gramatikal. Piranti kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda
kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Piranti kohesi
leksikal adalah kepaduan bentuk sesuai dengan kata. Kohesi
umumnya terjadi antar kalimat dan paragraf. Keterpautan bentuk secara
struktural ini menyebabkan kalimat dan paragraf pada tajuk rencana tersusun
secara padu dan kohesif. Kohesi juga memiliki unsur diantaranya sebagai
berikut: (1) referensi, (2) substitusi, (3) elipsis, dan (4) konjungsi.
Referensi
Referensi diartikan sebagai sistem
penunjuk atau acuan, dengan kata lain unsur atau bagian yang satu menunjuk ke
bagian lainnya. Pola penunjuk ini bersifat anforis dan kataforis. Anaforis
artinya menunjuk ke unsur yang telah disebutkan sebelumnya, sedangkan katafora
artinya menunjuk ke unsur yang akan disebutkan kemudian. Berikut kutipannya.
Setiap langkah
yang diambil lembaga Itu hampir semea
bidang, tidak serta merta bisa meyakinkan masyarakat.
jika benar
semua dalam kerangka tujuan itu, ya
dilakukan saja.
untuk
kapentingan itu, mereka perlu jaga
kunjungan ker ja kemana pun sepanjang relevan dengan pekerjaannya.
Kata itu pada kalimat di atas merupakan referensi yang mengacu pada
acuan dari dalam paragraf. Kata itu pada masing-masing kutipan memiliki maksud
yang berbeda namun maksud yang disebut dalam kutipan seluruhnya mengacu dari
dalam paragraf.
Subtitusi
Subtitusi adalah pola pergantian
dari unsur satu dengan unsur yang lain. Pergantian ini dimaksudkan dengan
tujuan untuk efesiensi dan efektifits bahasa. Subtitusi digunakan penulis untuk
memperoleh variatif dalam berbahasa. Berikut kutipannya.
Konjungsi
Konjungsi termasuk salah satu jenis kata yang
digunakan untuk menghubungkan kalimat yang ditandai oleh adanya kata
sambung di antara dua kalimat atau paragraf. Berikut kutipannya.
Pada awal
masa reformasi, ketika lembaga
legislatif diberikan ruang kewenangan sedemikin luas, masyarakat sudah tahu
bagaimana hasilnya.
pertanggungjawaban
itu menjadi sangat penting ketika
mereka menadang predikat sebagai anggota parlemen yang terhormat.
Kata ketika pada kutipan di atas merupakan
bentuk konjungsi yang berfungsi sebagai penghubung antara kalimat sebelum
dengan kalimat selanjutnya. Keberadaan konjungsi ketika mengakibatkan terjadinya kepaduan bentuk sekaligus makna di
antara dua kalimat tersebut. Sehingga kalimat tersebut memiliki makna yang
jelas.
Repetisi
Repetisi adalah pola pengulangan
bentuk atau unsur dalam kalimat yang menunjukkan gejala pengulangan bentuk yang
sama. Dari segi efisiensi bahasa, tampak bahwa pola repetisi akan memperjelas
hubungan untuk antarbagian wacana. Berikut kutipannya.
Citra
negatuf lembaga legislatif terasa berat untuk dihilangkan. bukan hanya DPR
pusat melainkan juga DPRD profinsi
serta DPRD kota/kabupaten.
Kita
memahami sepenuhnya, tidak semua yang dikerjakan DPRD itu buruk. Akan tetapi apa daya sitranya memang terlalu berat
untuk diubah. seolah apa yang dikerjakan itudilakukan legislatif selalu salah,
ada agenda-agenda tersembunyidan selalu ada motif uang. bahkan ada anggapan,
jika ada anggota DPRD yang sangat
kris pun, akan selalu dimaknai ada agenda mereka sedang menaikkan posoisi
tawar.
Repetisi
digunakan sebagai penekanan atau intensitas informasi, bahwa DPRD yang disebutkan pada kalimat
pertama memiliki makna sama dengan DPRD
yang disebutkan pada kalimat berikutnya.
Koherensi
Koherensi dalam wacana dapat terjadi
karena adanya kepaduan dan keterkaitan antar bagian secara batiniah (semantis).
Bagian yang saling bertalian itu pada gilirannya akan membentuk kesatuan makna
yang utuh dan lengkap (koheren). Kepaduan makna itulah yang menyebabkan
bagian-bagian wacana membentuk suatu unity
(kesatuan makna) secara komprehensif. Banyak dalam kalimat-kalimat tajuk
rencana yang menunjukkan gejala koherensi. Beberapa pola koherensi yang
terdapat dalam wacana tajuk rencana dapat diuraikan berikut ini.
Hubungan
makna kausalitas
Hubungan kausalitas ini merupakan
hubungan sebab-akibat yang terjadi antarkalimat atau paragraf. Bagian yang satu
bermakna sebab, bagian lainnya bermakna akibat. Kedua makna tersebut saling
membutuhkan secara semantis untuk membentuk kepaduan makna secara utuh dan
lengkap. Berikut kutipannya.
Citra
negatuf lembaga legislatif terasa berat untuk dihilangkan. bukan hanya DPR
pusat melainkan juga DPRD profinsi
serta DPRD kota/kabupaten. Entah
karena dosa kolektif, atau dosa bawaan, atau dosa apalagi sehingga masyarakat
kurang begitu mempercayainya.
Pada paragraf tersebut diatas
mengungkapkan tentangb citra DPRD yang tidak baik sejak dulu hingga sekarang
yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPRD.
Hubungan
makna aplikatif
Hubungan ini berarti sebagai
hubungan penjelas yang terjadi apabila satu bagian tertentu diperjelas oleh
bagian yang lainnya secara semantis. Bagian-bagian lain yang berfungsi sebagai
penjelas akan bersama-sama terjalin menuju pada bagian utama yang dijelaskan.
Berikut kutipannya.
Kita
memahami sepenuhnya, tidak semua yang dikerjakan DPRD itu buruk. Akan tetapi apa daya sitranya memang terlalu berat
untuk diubah. Seolah apa yang dikerjakan itudilakukan legislatif selalu salah,
ada agenda-agenda tersembunyidan selalu ada motif uang. Bahkan ada anggapan,
jika ada anggota DPRD yang sangat kris
pun, akan selalu dimaknai ada agenda mereka sedang menaikkan posoisi tawar.
Dalam kalimat
“bahkan ada anggapan” nenunjukkan bahwa kalimat terebut memperjelas kalimat
sebelunya terkait anggapan bahwa kinerja anggota DPRD sepenuhnya bruk dan
selalu dikaitan dengan uang.
Hubungan
makna penambahan
Hubungan makna penambahan terjadi
apabila bagian lain atau kalimat lain atau kalimat lain berfungsi sebagai
penambah bagi bagian lainnya. Berikut kutipannya.
Jika benar
semua dalam kerangka tujuan itu, ya dilakukan saja. Artinya, kunjungan kerja
itu penting dan tidak harus ditabukan. Toh, semua itu harus
dipertanggungjawabkan baik secara pribadi maupun profesional.
Pada kutipan “artinya” pada kalimat
kedua menunjukkan bahwa kalimat tersebut memiliki makna tambahan dari
penjelasan kalimat sebelumnya yaitu “Jika benar semua dalam kerangka tujuan
itu, ya dilakukan saja”
PENUTUP
Berdasarkan hasil dari penelitian
yang dilakukan, penulis dapat menyimpulkan
bahwa wacana tajuk rencana yang dimuat dalam surat kabar Suara Merdeka
edisi Kamis, 15 Juli 2006 jika dilihat berdasarkan struktur teks yang telah
dianalisis menggunakan pendekatan analisis wacana, terbukti bahwa tajuk rencana
dapat dimasukkan ke dalam wacana. Karena memiliki syarat dan ciri kewacanaan.
Ciri-ciri
yang didapat dalam wacana tajuk rencana adalah: bersifat informatif, artinya
dalam setiap kalimat atau paragraf berhubungan dengan informasi dalam kalimat
atau paragraf yang lainnya dan memiliki unsur-unsur kohesi dan koherensi dalam
wacana. Keberadaan aspek-aspek pengutuh wacana tersebut berfungsi mempertalikan
bagian-bagian wacana sehingga terbentuklah struktur wacana, yaitu bentuk dan
makna, secara utuh dan padu.
Daftar Pustaka
Karwin.
2012. “wacana” (online), (http://karwinode.blogspot.com/2012/06/definisi-wacana-menurut-para-ahli.html,
diakses tanggal 19 Desember 2013).
Purnomo.
2013. “tajuk rencana” ( www.Pelajarbugis.Com/2013/02/Tajuk-Rencana.Html?M=1,
diakses tanggal 19 Desember 2913).
Rani, Abdul.
2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian
Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Brown, Gillian dan Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
Mulyana,
2005. Kajian Wacana. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Kridalaksana, Harimurti. 1978. “Keutuhan Wacana”,
dalam Bahasa dan Sastra. Tahun IV No. 1.
Jakarta: PPPB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar