Halaman

Pages

Laman

Sabtu, 18 Juli 2015

Sejarah Perkembangan Retorika

PEMBAHASAN
1.      Sejarah Perkembangan Retorika

Objek studi retorika setua kehidupan manusia. Kafasihan bicara mungkin pertama kali dipertunjukkan dalam upacara adat: kelahiran, kematian, lamaran, perkawinan, dan sebagainya. Pidato disampaikan oleh orang yang mempunyai status tinggi. Dalam perkembangan peradaban pidato melingkupi bidang yang lebih luas. “Sejarah manusia”, kata Lewis Copeland dalam kata pengantar bukunya tentang pidato tokoh-tokoh besar dalam sejarah, “terutama sekali adalah catatan peristiwa penting yang dramatis, yang seringkali disebabkan oleh pidato-pidato besar. Sejak Yunani dan Roma sampai zaman sekarang, kepandaian pidato dan kenegarawanan selalu berkaitan. Banyak jago pedang juga terkenal dengan kefasihan bicaranya yang menawan”.
Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran, di mana pun dan zaman apa pun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465 SM, rakyat melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi ditegakkan. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang sah.
Di sinilah kemusykilan terjadi. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan. Waktu itu, tidak ada pengacara dan tidak ada sertifikat tanah. Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia tidak pandai bicara.
Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika, yang diberi nama Techne Logon (Seni Kata-kata). Walaupun makalah ini sudah tidak ada, dari para penulis sezaman, kita mengetahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara tentang “teknik kemungkinan”. Bila kita tidak dapat memastikan sesuatu, mulailah dari kemungkinan umum. Seorang kaya mencuri dan dituntut di pengadilan untuk pertama kalinya. Dengan  teknik kemungkinan, kita bertanya “Mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan mencuri? Bukankah, sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri”. Sekaarang, seorang miskin mencuri dan diajukan ke pengadilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, “Ia pernah mencuri dan pernah dihukum. Mana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang sama”. Akhirnya, retorika memang mirip “ilmu silat lidah”.
Di samping teknik kemungkinan, Corax meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi pidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan. Dari sini, para ahli retorika kelak mengembangkan organisasi pidato.

2.      Retorika Zaman Romawi

Teori retorika Aristoteles sangat sistematis dan komprehensif. Pada satu sisi, retorika telah mendapat dasar teoritis yang kokoh. Namun, pada sisi lain, uraiannya yang lengkap dan persuasif telah membungkam para ahli retorika yang datang sesudahnya. Orang-orang romawi selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorika tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi perkembangan retorika.
Buku Ad Herrenium, yang ditulis dalam bahasa latin kira-kira 100 SM, hanya mensistematisasikan dengan cara romawi warisan retorika gaya yunani. Kekaisaran romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika, tetapi juga kaya dengan orator-orator ulung, Antonius, Crassus, Rufus, Horteninsius. Yang disebut terakhir terkenal begitu piawai dalam berpidato sehingga para artis berusaha mempelajari gerakan dan cara penyampaiannya.
Kemampuan Hortensius di sempurnakan oleh licero. Licero muncul sebagai negarawan dan cendakiawan. Ia percaya bahwa efek pidato akan baik, bila yang berpidato adalah orang baik juga. The good man speaks well. Dalam praktek, licero betul-betul orator yang sangat mempengaruhi.
Caesar, penguasa romawi yang ditakuti, memuji licero,” Anda telah menemukan khazanah retorika, dan andalah orang pertama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh kemenangan para Jenderal. Karena sesungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia daripada memperluas batas-batas kerajaan romawi.
Dari tulisan-tulisannya yang sampai sekarang bisa dibaca, kita mengetahui bahwa cicero sangat terampil dalam menyederhanakan pembicaraan yang sulit. Bahasa latinnya mudah dibaca. Melalui penanya, bahwa mengalir dengan deras tapi indah.
Puluhan tahun sepeninggal cicero, Quintillians mendirikan sekolah retorika, ia sangat mengagumi cicero dan berusaha merumuskan teori-teori retorika dari pidato dan tulisannya.

3.      Retorika Zaman Pertengahan

Pada zaman yunani sampai zaman romawi, retorika selalu berkaitan dengan kenegarawanan. Ada dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: Talk it out ( membicarakan sampai tuntas) atau shoot it out ( menembak sampai habis. Retorika subur pada cara pertama cara demokrasi. Ketika demokrasi romawi mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang pemerintahan “membicarakan” diganti dengan “menembak”
Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama berkuasa retorika di anggap sebagai kesenian jahiliah.
Dalam chistian doctrine (426), ia menjelaskan bahwa para pengkhotbah harus sanggup mengajar satu abad kemudian, di timur muncul peradaban baru seorang nabi menyampaikan firman tuhan “ berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh jiwa mereka.( Al-qur’an 4: 63). Muhannad SAW. bersabda, memperteguh firman ini”. “ Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya”.
Pada Ali bin Abi Tholib, kafasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya dikumpulkan dengan cermat oleh para pengikutnya dan diberi judul nahj al-Balaghah (jalan balaghah).
Kaum muslim menggunakan balaghah seebagai pengganti retorika, tetapi warisan retorika yunani yang dicampakkkan di Eropa. Abad pertengahan dikaji dengan tekun oleh para balaghah.

4.      Retorika Zaman Modern
Abad pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Dalam abad tersebut terdapat perang salib yang menimbulkan Renaissance. Seorang pemikir Rnaissance yang menarik kembali pada retorika adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada dua bagian inventio dan dispositio. Sedangkan retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio.
Rager Bacon (1214-1219) adalah penghubung dari Renaissance dengan retorika modern. Ia menyatakan,”... kewajiban retorika ialah menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih baik”. Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas-fakultas psikologis yang kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern.
Aliran Epistemologis adalah aliran pertama dalam retorika masa modern. Epistemologi membahas “teori pengetahuan”: asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia.
George Campbell (1719-1796), mengatakan retorika haruslah diarahkan kepada upaya “mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan mempengaruhi kemauan”.
Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis : tulisan yang indah). Hugh Blair (1718-1800) menulis Lectures On Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia menjelaskan hubungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apapun yang indah. Citarasa, kata Blair mencapa, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.
Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) memusatkan perhatian pada persiapan pidato. Aliran ketiga disebut dengan gerakan elokosionis yang menekankan pada teknik penyampaian pidato.
Gilbert Austin, memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, “pembicara tidak boleh melihat melantur, ia aharus mengarahkan langsung pada mata pendengar dan menjaga ketenangannya. Ia juga tidak boleh melepaskan seluruh juaranya, tetapi mulailah dengan roda yang rendah dan mengeluarkan suara sedikit saja”.
Ketika mengikuti kaum Elo kosionis, pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak secara spontan, gerakannya menjadi artifisial. Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata “otak-atik otak”. Retorika, seperti disiplin lain dirumuskan dari hasil penelitian empiris.
            Pada abad ke dua puluh istilah retorika mulai digeser oleh Speech, speech communication atau asal communication, atau publik speaking. Di bawah ini adalah sebagian tokoh retorika mutakhir diantaranya:
A.    James A Winans

Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya, Public Speaking, terbit tahun 1917 mempergunakan teori psikologi dari William James dan E.B Tichener. Sesuai dengan teori James bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, mendefinisikan persuasi sebagai “proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak terbagi terhadap proposisi-proposisi”. Ia menerangakan pentingnya membangkitkan emosi melalui motif-motif psikologi seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara berpidato yang bersifat percakapan (conversation) dan teknik-teknik penyanmpaian pidato merupakan pembahasan yang amat berharaga. Winans adalah pendiri Speech Communication Association of America (1950).
B.     Charles Henry Woolbert

Ia pun termasuk pendiri the Speech Communication Of America. Kali ini psikologi yang amat mempengaruhinya adalah behaviorisme dari John B. Watson. Tidak heran kalau Woolbert memandang “Speech Communication” sebagai ilmu tingkah laku. Baginya, proses penyusunan pidato adalah kegiatan seluruh organisme. Pidato merupakan ungkapan kepribadian. Logika adalah dasar utama persuasi. Dalam penyusunan persiapan pidato, menurut Woolbert harus diperhatikan hal-hal berikut: proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi tersebut, (4) pilih kalimat-kalimat yang dipertalikan secara logis. Bukunya yang terkenal adalah The Fundamental of Speech.

C.     William Noorwood Brigance

       Berbeda dengan Woolbert yang menitikberatkan logika, Brigance menekankan faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. “Keyakinan”, ujar Brigance, “jangan merupakan hasil pemikiran. Kita, ketakutan kita dan emosi kita”. Persuasi meliputi empat unsur: (1) rebut perhatian pendengar, (2) usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan dan karakter anda, (3) dasarkanlah pemikiran pada keinginan, dan (4) kembangkan setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.

D.    Alan H. Monroe

       Bukunya, Principles and Types of Speech, banyak kita pergunakan dalam buku ini. Dimulai pada pertengahan tahun 20-an Monroe beserta stafnya meneliti proses motivasi (motivating process). Jasa, Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan. Menurut Monroe, pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.
      Beberapa sarjana retorika modern lainnya yang patut kita sebut antara lain A.E Philips (Effective Speaking, 1908), Brembeck dan Howell (Persuasion: A Means of Social Control, 1952), R.T Oliver (Psychology of Persuasive Speech, 1942). Di Jerman, selain tokoh “notorious” Hitler, dengan bukunya Mein Kampf, maka Naumann (Die Kunst der Rede, 1941), Dessoir (Die Rede als Kunst, 1984) dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918) adalah pelopor retorika modern juga.
      Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral communication, atau speech communication –diajarkan dan diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu mendatang, ilmu ini tampaknya akan diberikan juga pada mehasiswa-mahasiswa di luar ilmu sosial. Dr. Charles Hurst mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap prestasi akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti. Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (speech group) mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil akademisnya dibanding dengan mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu.

Hurst menyimpulkan:
Data penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech tingkat dasar adalah agen synthesa, yang memberikan dasar skematis bagi mahasiswa untuk berpikir lebih teratur dan memperoleh penguasaan yang lebih baik terhadap aneka fenomena yang membentuk kepribadian.

      Penelitian ini menjadi penting bagi kita, bukan karena dilengkapi dengan data statistik yang meyakinkan atau karena berhasil memberikan gelar doktor bagi Hurst, tetapi karena erat kaitannya dengan prospek retorika di masa depan.
             
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar