BAHASA, ADAT : MENGETAHUI FAKTOR YANG MEMBEDAKAN BAHASA DAN BUDAYA MASYARAKAT JAWA DENGAN
MASYARAKAT SUNDA
Siti Umanah
Universitas Pekalongan
ABSTRAK
Artikel ini
mendeskripsikan faktor perbedaan terhadap masyarakat penutur jawa dan
masyarakat penutur sunda dalam bahasa dan budayanya. Karena perbedaan itulah
yang menjadikan bangsa indonesia kaya akan adat dan istiadat, kebudayaan untuk
itu sebagai generasi sudah selayaknya melestarikan dan menjunjung tinggi bahasa
dan kebudayaan serta adat istiadat bangsa Indonesia.
Kata
kunci: bahasa, adat, kesenian.
Pendahuluan
Koentjaraningrat
((1992) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki manusia dan tumbuh
bersama berkembangnya masyarakat manusia. Untuk memahaminya Kontjaraningrat,
menggunakan sesuatu yang disebut “ kerangka kebudayaan” yang memiliki dua aspek
tolak yaitu 1) wujud kebudayaan dan 2) isi kebudayaan. Menurut
Koentjaraningrat, Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan atau dengan kata lain
bahasa itu dibawah lingkup kebudayaan. Tetapi kata Koentajaraningrat pula, pada
zaman purba ketika manusia hanya terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang
tersebar dibeberapa temapat saja dimuka bumi, bahasa merupakan unsur utama yang
mengandung semua unsur kebudayaan manusia yang lainya. Sekarang, setelah
unsur-unsur lain kebudayaan manusia berkembang bahasa hanya salah satu unsur
saja, namun fungsinya sangat penting bagi kehidupan manusia.
Bahasa
itu beragam, artinya meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu
yang sama, namun karena bahasa digunakan oleh penutur yang heterogen mempunyai
latar belakang sosial dan kebudayaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi
beragam baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun tataran
leksikon. Bahasa yang digunakan di Jawa
tidak sama dengan bahasa yang digunakan di sunda walaupun masih dalam satu
pulau yaitu pulau jawa. Seperti halnya bahasa yang digunakan di Amerika tidak
sama dengan bahasa yang digunakan di Inggris.
Koentjaraningrat
dalam bukunya sosiolinguistik(1985), bahasa merupakan bagian dari kebudayaan.
Artinya kedudukan bahasa berada pada posisi subordinat dibawah kebudayaan,
tetapi sangat berkaitan. Namun, berbeda pendapat lain bahwa hubungan bahasa
dengan kebudayaan merupakan hibungan yang bersifat koordinatif, sederajat dan
kedudukanya sama tinggi.
Budaya
dan bahasa adalah dua hal yang saling berkaitan erat. Untuk belajar suatu
budaya kelompok masyarakat, seseorang harus mampu menguasai bahasa sekelompok
masyarakat tersebut. Dengan demikian kebudayaan adalah sesuatu yang dialami
bersama secara sosial oleh anggota suatu masyarakat. Sehingga kebudayaan bukan
hanya kebiasaan tetapi juga tinggkah laku yang teratur. Dalam tataran
masyarakat indonesia yang beraneka ragam mempunyai bahasa dan kebudayaan yang
berbeda , perbedaan antar budaya itulah yang
bermanfaat dalam dalam mempertahankan integritas diri dan sosial
masyarakat tersebut.
Pembahasan
Dalam
interaksi sosial, kita bahkan sering menemukan apa yang disampaikan tidak dapat
dipahami oleh orang yang kita ajak bicara. Ada faktor yang mempengaruhi yaitu
antara lain : beda usia, beda pendidikan, beda pengetahuan dan faktor budaya
berhubungan dengan bahasa. Misalnya kata “ kamu” dan “ kau”diucapkan dalam
konteks yang berbeda. Sebutan “ Ibu” dinegara yang bahasa pengantar Bahasa
Inggris sebutan tersebut tidak digunakan, masyarakat penutur bahasa inggris
langsung meneyebutkan nama diri/ nama orang walaupun yang disebutkan lebih tua.
Bila digunakan di Indonesia terlihat tabu atau bahkan tidak sopan terlebih lagi
bila digunakan masyarakat Batak yang sangat kental adatnya menghormati orang
yang lebih tua.
Pada
masyarakat Jawa misalnya Suku jawa (wong jowo, krama: tiyang jawi) bahasa yang
digunakan sebagian besar menggunkan bahasa jawa dalam penuturan sehari-hari
selebihnya menggunakan campuran bahasa pemersatu, bahasa indonesia. Bahasa jawa
memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonsai berdasarkan hubungan pembicara
dan lawan bicara, lebih dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan inilah
yang sangat erat hubunganya dengan budaya jaw, biasanya orang jawa sangat sadar
akan tingkatan status sosial di masyarakat. Pada budaya jawa mengenal sistem
kepercayaan yaitu masyarakat jawa percaya bahwa hidup diatur oleh alam, maka
bersikap nerimo atau pasrah.masyarakat jawa juga percaya adanya roh, leluhur,
arwah dedemit dan jin. Dalam budaya jawa ada 4 slametan yang diberi doa
sebelumnya: 1) selametan lingkar hidup manusia, hamil 4 bulan, 7 bulan,
kematian dan kelahiran. 2) selametan desa padi 3). Selametan dengan hari besar
islam 3). Selametan yang berhubungan dengan ruwatan. Karena merupakan suku jawa
dan menjunjung tinggi budaya jawa makan hal seperti ini harus dijaga
kelestarianya oleh masyarakat jawa, tidak terputus. Budaya dan kebiasaan ini
yang akan menjadikan berbeda, tergantung dimana dan masyarakat penuturnya.
Kebudayaan
atau kebiasaan penutur masyarakat jawa misalnya. Penutur masyarakata jawa
mengajak lawan bicara (orang tua). Dalam penggunaan kosa kata dan pemilihan
intonsi layaknya sesuai unggah-ungguh orang jawa. Kata “ sampeyan” pada
masyarakat penutur jawa agaknya kurang sopan bila digunakan saat berbicara
kepada oarang yang lebih tua, orang yang baru bertemu atau yang dihormati.
Lebih santun menggunakan kata “Panjenengan” dalam bahasa indonesia “Anda”
seperti pada bahasa sunda sebutan ” .
Bahasa Jawa Krama alus (inggil) tidak
hanya diujarkan oleh masyarakat penutur saja, dalam kesenian jawa Bahasa krama
alus (inggil) juga digunakan pada lakon wayang orang, wayang golek dan wayang
kulit yang di mainkan oleh ki Dalang.
Dalam
masyarakat jawa juga mengenal pembagian golongan sosial. Masyarakat jawa
terbagi menjadi 3 golongan: kaum santri, kaum piyayi dan kaum abangan. Pada
kaum santri lebih cenderung taat beragama tetapi tetap menggunakan bahasa jawa
dan campuran bahasa indonesia kaum santri biasanya berprofrsi berdagang,
pengrajin atau pengusaha. Kaum piyayi seperti orang yang dihormati karena
mempunyai garis keturunan dari kerajaan maka dalam berinteraksi dengan kaum
piyayi biasanya lebih menggunakan bahasa yang lebih formal, bahasa jawa krama
alus serta lebih merendah.kaum piyayi ini yang membawa kebudayaan kota jawa
tradisional yang mencapai tingkat yang paling sempurna doisekitaran Yogyakarta
dan seurakarta karena tingkat kebahasaanya yang tinggi Kaum kejawen adalah kaum
yang kepercayaanya jawa atau mengabdi kepada leluhur.
Sistem
kekerabatan suku jawa adalah garis keturunan Ayah dan Ibu. Jadi semua keluarga
Ayah dan ibu merupakan satu keluarga besar. Untuk sebutan orang tua laki-laki
masyarakat jawa menggunakan sebutan “Bapak atau Rama”, orang tua perempuan “
Mbok atau simbok, Biyung”, menyebut kakak perempuan dengan sebutan “ Mbakyu”,
menyebut kakak laki-laki dengan sebutan “ Kangmas atau Mas” menyebut Adik
perempuan dengan sebutan “ Nduk, Dik, Denok”. Dalam masyarakat jawa wajib
menggunkan sebutan di atas karena lebih sopan dan merupakan unggah-ungguh yang
baik.
Dalam
keseharian masyarakat jawa tidak lepas dari yang namanya Adat dan Budaya jawa.
Misalnya kesenian Bagunan jawa dengan rumah Joglo, ada juga seni tari ada Tari
tayuban adalah tari untuk meramaikan acara pernikahan, khitan. Tari reog
Ponorogo adalah Tari yang penarinya menggunakan topeng menyerupai reog.
Terdapat juga Tari serimpi, yang bersifat sakral yang biasanya digunakan dalam
acara adat tertentu.
Suku
sunda terletak di bagian barat pulau jawa, walaupun satu pulau yaitu pulau jawa
tetapi bahasa dan budayanya mempunyai perbedaan tersendiri. Setiap suku dan
setiap daerah pasti mengutamkan adap saling menghormati terlebih kepada yang
lebih tua dalam masyarakat penutur sunda “someah” pada bahsa jawa “
unggah-ungguh” dalam bahasa indonesia berarti “ sopan-santun”. Masyarakat
penutur sunda mengenal tingkatan bahasa yakni yang membedakan dari golongan
usia dan status sosial : 1). Bahasa sunda lemes (halus) yang digunakan untuk
orang yang lebih dihormati 2). Bahasa sunda sedang digunakan untuk orang yang
setara usia dan status sosial. 3). Bahasa Sunda kasar digunakan oleh atasan
kepada bawahan atau yang rendah ststus sosialnya. Masyarakat penutur sunda
biasanya menggunkan bahasa sunda dalam kehidupan ssehari-hari tetapi ada juga
yang sudah menggunakan campuran bahasa indonesia. Masyarakat penutur sunda
misalnya menyebut “ Aa’ “ dalam bahasa indonesia sapaan untuk laki-laki yang
lebih tua, dalam bahasa jawa berarti “Mas “. Masyarakat penutur sunda biasa
menyebut panggilan diri sengan sebutan “ Abdi” dalam bahasa jawa “Kula”,
sebutan adik “Adi” dalam bahasa sunda. Mayarakat sunda menyebut kakak laki-laki
dengan sebutan “ Akang” dalam bahasa jawa seperti “ Kang Mas”, untuk sebutan
ibu dalam masyarakat sunda menyebutnya dengan” Ambu” yang berarti ibu,
mayarakat penutur jawa menyebut “Ibu” dengan sebutan ”Ma’e/ simbok /Biyung”
sedangkan masyarakat penutur sunda sebutan untuk “Bapak “ itu “Apa” dalam
bahasa jawa berarti “Pakne”. Sebutan “Awewe” dalam masyarakat sunda untuk
perempuan/wanita.
Bahasa
yang digunakan oleh masyarakat penutur sunda tak lepas dari budaya sunda, dari
seni suara budaya sunda ada biasanya dibawakan dengan suara yang khas sama
seperti suku jawa terdapat Sinden dalam pertunjukan wayangnya. Lagu khas daerah
sunda ada Bubuy Bulan, Es Lilin, Manuk Dadali, Tokecang, Warung Pojok yang
semua lagunya menggunakan bahasa sunda asli. Kesenian sunda juga mengenal kirap
helaran atau yang disebut sisingaan adalah suatu jenis tarian tradisional atau
seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk helaran.
Pertunjukan biasanya dalam acara khitanan, pernikahan, HUT kemerdekaan dan lain-lain.
Tidak
hanya diSuku Jawa saja, di Sunda ada kesenian Wayang Golek ceritanya banyak
dipengeruhi budaya Hindu dan India seperti Ramayana atau Perang BrataYudha. Ada
juga Tarian Jaipongan, Tarian Ketuk Tilu sesuai dengan namanya alat yang
digunakan untuk mengiringinya berjumlah 3 buah.
Ada juga lat musik kahs sunda yaitu Angklung, rampak kendang, suling,
kacapi, goong, calung. Disamping itu cerita wawacan dalam bahasa sunda yang
diambil dari cerita-cerita islami, yang dulu sering dinyanyikan disebut beluk
biasanya dibacakan dengan puisi dari tembang jawa. Ada juga cerita
rakyat seperti : Sangkuriang, Gunung Tangkuban Prahu dan Danau Purba di dataran
tinggi Bandung dan SI Kabayan satu contoh sorang yang malas dan bodoh tetapi
nampak juga kecerdikanya.
Pada
mayarakat sunda sebagian besar beragama islam tetapi ada pula yang beragama
Kristen, Hindu, Budha. Mereka pemeluk agama yang taat dalam berpuasa,beribadah
dan lain-lain. Masyarakat sunda sebagian besar bermata pencaharian dengan
berkebun seperti kebun kelapa sawit, karet dan kina. Bertani padi, palawija,
dan sayur ada juga yang berternak, berdagang dan pengrajin seni. Selain sebagai
peladang masyarakat sunda juga ada yang bekerja sebagai penggali saluran
ikan untuk maysrakat yang hidup di
pesisir berkerja dengan menjala ikan. Garis keturunan orang sunda sama seperti
orang jawa berdasarkan garis keturunan dari Bapak dan Ibu. Orang sunda biasa
menyebutnya dengan sebutan silsilah yang maknanya susun galur atau garis
keturunan. Tujuh generasi keatas: Kolo,
Embah, Buyut, Bao, Jangga Wareg, Udeg-Udeg, Gantung Siwur. Tujuh
generasi Kebawah :Anak, Incu, Buyut, Bao, Jangga Wareg, Udeg-udeg, Gantung
Siwur.
Simpulan
Dari
penjelasan diatas, bahasa dan kebudayaan memang tidak dapat dipisahkan terlebih
karena bahasa mempunyai peranan penting dalam kebudayaan baik masyarakat jawa
dan masyarakat sunda walaupun masih dalam satu kepulauan yaitu pulau jawa
tetapi bahasa dan kebudayaanya sudah berbeda.
Kalau
kebudayaan itu adalah satu istem yang mengatur interaksi manusia di dalam
masyarakat, maka kebahasaan adalah satu sistem agar interaksi itu berlangsung.
Maka bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang erat tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Oleh sebab itu bahasa dan kebudayaan masing-masing daerah
berbeda dan mempunyai ciri khas yang membedakan antara budaya bahasa
suatudaerah dengan daerah lain.
Daftar Pustaka
Kuntjaraningrat.
1992. Bahasa dan Budaya. Makalah
dalam Bulan Bahasa dan Sastra IKIP Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar