IQRO’
Catatan Seorang Penceloteh
Oleh: Taofiq Arrohman
Proses reading atau iqro’ adalah proses memahami hikmah dibalik ayat alam. Yaitu benda dan peristiwa yang ada di alam. Sebuah konsep yang cukup menarih jika kita cermati dan kita terapkan dalm berorganisasi, lebih-lebih dalah keseharian. Tapi sayangnya banyak yang memandang sebelah jika saya berceloteh. Tapi tak apa.
Jika kita lihat surat pertama yang diturunkan kepada nabi Muhammad ‘Al-alaq’ iqro: begitulah kiranya berbunyi. Kata iqro’ dalam bahasa arab adalah berbentuk filul amr atau kata perintah. Kata iqro’ yang terambil dari kata qoro’a pada mulanya berarti ‘menghimpun’ apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut itu berarti anda telah menghimpunnya atau dalam bahasa alquran; qara’tahu qira’atan.
Arti kata ini menunjukkan bahwa iqro’ yang diterjemahkan dengan ‘bacalah’ tidak harus adanya suatu teks tertulis yang dibaca. Tidak pula diucapkan hingga orang lain mendengarnya. Jika ditelaah berdasarkan kalimat tersebut, membaca bukan hanya suatu kegiatan mengeja kata untuk menghasilkan kalimat. Lebih dari itu, membaca bisa diartikan luas, misal; membaca situasai, membaca pikiran, dsb.
Ada sebagian orang mengatakan “reading is the best teacher” bahkan ada yang mengatakan “buku adalah jendela dunia” saya setuju pendapat itu, bukan bukunya tapi membaca. Membuktikan bahwa dengan banyak membaca kita bisa banyak mengerti hal lain yang belum kita tahu. Seperti halnya membaca warta, kita bisa ngerti dan terbuka mata kita akan peristiwa yang terjadi ditempat lain.
Sedikit menengok kebelakang. Soe Hog Gie lewat catatan seorang demonstran mengatakan “Murid bukanlah kerbau yang bisa disuruh-suruh dan guru bukanlah dewa yang setiap perkataannya harus dibenarkan dan dituruti”. Murid disini bisa kita artikan sebagai kaum muda yang kita lihat hari ini dengan segala dunianya yang fantastik dan hanya ikut-ikutan perkembangan zaman tanpa proses penyaringan yang halus. Lantas guru adalah generasi tua yang sejatinya bersikap bijak tanpa mau mendengar opini yang muda.
Kembali ke iqro’. Sebuah konsep yang relefan jika untuk mengatasi masalah diatas. Dengan sebuag gerakan organisasi diciptakanlah perubahan bukan malah menunggu perubahan. Harapan penulis bisamembangunkan sedulur yang merasa bangun tapi saya anggap melak tapi tidur. Hanya berjalan ajeg dengan bersemboyan berjuang.
Konsepnya sederhana, melalui kegiatan iqro’ saja cukup. Caranya buat iqro’ dimasjid dengan senjata perpustakaan. Disamping bisa mengatasi keorganisasian, kita bisa mengatasi kemacetan kemasifan jamaah masjid yang sejatinya bukan hanya sebagai tempat untuk sholat saja. Musyawarah, tolabul ilmi,dakwah, dan kegiatan positif lainnya adalah contoh lain kegiatan di masjid.
Harus ada yang memulai. Itu kuncinya. Banyak hal yang bisa dilakukan disana, tinggal siapa yang mau, bukan siapa yang pintar. Memancing masyarakat sadar membaca, dan menghimpun berbagai karya tulis yang ada untuk diterbitkan lewat lembaga pers dan penyiaran sebagai wujud apresiasi. Seperti halnya di masa kepemimpinan Ar Rasyid yang terkenal dengan segala kamajuan ilmu pengetahuannya. Yang menarik, dari sebuah buku yang dihasilkan dihargai emas sesuai dengan berat buku.
Dengan konsep iqro’ keorganisasian menjadi jalan dan tanpa adanya tinpang tindih, rame dan membangun. Dengan ini juga bisa menghidupkan masjid dan anggota yang pasif. Capaian terbesarnya adalah bisa menggugah sedulur untuk lebih kreatif menghidupkan organisasinya. Terlebih pak ketua dan ibu ketua agar lebih anggun dan bijak agar bisa dijadikan tuntunan bawahannya. “Janagn menunggu perubahan, tapi ciptakanlah perubahan”. “jangan mau jadi kerbau jika tak mau disuruh-suruh. Slogan kalian “belajar berjuang bertaqwa”. Pertanyaannya: Apa yang sudah kalian beri untuk organisasimu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar