Halaman

Pages

Laman

Rabu, 06 April 2016

Samudra nama2 Allah

Wa Huwa al-Khollaaqu al’Aliimu;
cipta-Nya adalah pengetahuan-Nya


sakura sakura tak berputihan jika musim semi tak
mawar-mawar tak bermerahan jika mekar bersemi tak
cinta asmara tak beriangan jika desir rindu tak
gayung-gayung tak bersambutan jika air tak beriakan

karun sejati adalah kayanya zat atas dirinya sendiri
fakir hakiki adalah tak punya zat diri sendiri
ilmu sejati adalah pandangan zat atas dirinya sendiri
tak ada iman tak ada ilmu, melainkan diri sendiri

Huwa, - wujud -, adalah yang mencipta semua dari dirinya sendiri, dan karena itu Ia mengetahui semua, yang tak lain adalah dirinya sendiri.

Dalam mencapai “tujuannya”, wujud memanifestasikan diri-Nya dengan menggunakan diri-Nya sendiri. ‘Ashalah al-wujud meniscayakan bahwa Ia memanifestasikan diri-Nya (baca pula; mencipta) dan pengetahuan-Nya tidak lain adalah tindak manifestasi diri-Nya. Pengetahuan-Nya yang meliputi segala tak lain adalah Kehadiran-Nya dan Kemahameliputian-Nya dan Kesangatsesuatuan-Nya atas segala.

Pandangan bahwa pengetahuan-Nya adalah sesuatu selain wujud-Nya akan terjebak dalam
  • dualisme esensi dan eksistensi, karena sesuatu sebelum mengada di alam eksternal minimal telah ada esensinya dala pengetahuan-Nya
  • pluralisme eksistensial, karena selain wujud-Nya berarti mesti “ada” berbagai pengetahuan-Nya tentang segala benda
  • ketersusunan Realitas atas wujud dan pengetahuan
  • pengetahuan-Nya tak sempurna, karena yang sempurna hanyalah wujud

Pandangan bahwa Tuhan adalah Sang Maha Sebab tapi bukan Sang Maha Akibat akan terjebak dalam pemahaman bahwa Tuhan tidak mengetahui segala ciptaannya dalam kedetailannya tapi hanya secara universal atau secara keseluruhan saja.

Secara filosofis, jika dalam realitas eksternal pengetahuan hakiki akan sesuatu identik dengan ke-mengada-annya, artinya ontologi akan identik dengan epistemologi. Dan satu-satunya jalan untuk memperoleh kebenaran hakiki akan sesuatu adalah “menjadi” wujud. Dan ini adalah hakikat ‘ilm al-hudhuriy. Dan adalah nyata bahwa semua “ilmu” dari non-wujud tak lain adalah ketidaktahuan, sedang yang benar dari semua “ilmu” adalah wujud itu sendiri sebagaimana adanya (sebagai subyek pengetahu, obyek yang diketahui serta tindak mengetahui sekaligus).

Perasaan memiliki pengetahuan adalah bukti tak adanya pengetahuan, karena sekiranya “seseorang” mengetahui dengan benar yang mengetahui adalah wujud itu sendiri, dan mustahil bagi wujud memiliki perasaan memiliki karena tiada selain dirinya.

Perasaan kefakiran pengetahuan yang teramat fakir adalah bukti adanya pengetahuan, karena sekiranya “seseorang” merasa teramat fakir dan tak punya pengetahuan apa pun, memang wujud tak memiliki apa pun kecuali dirinya. Maka junjungan kita YM Rasulullah (S. A. W.)  pernah bersabda; “ Al-faqru fakhriy” Demikian maka Guru kita YM Husein bin Mansur al-Hallaj membuat tarikat malamatiyyah, yang ciri khasnya adalah penghinaan diri.

Pengetahuan-Nya atas segala bersifat hakiki, tafshiliy (detail) bahkan dzati. Melampaui batasan-batasan ruang dan waktu, karena ruang dan waktu bersifat relatif dan subyektif, sedang Pengetahuan-Nya bersifat mutlak.

Musykilah 1  
Jika pengetahuan-Nya adalah kemengadaan-Nya, berarti Ia tidak mengetahui apa yang belum “mengada”? Jawaban atas musykilah ini adalah kemengadaan-Nya menjadi Segala tak terikat ruang dan waktu, bahkan waktu pun mesti “mengada” dari kemengadaan-Nya sehingga tak mungkin digunakan untuk membatasi kemengadaan-Nya.

Musykilah 2
Jika pengetahuan adalah kemengadaan, sedang “kita” tidak mungkin menjadi kemengadaan sesuatu selain kita sendiri dan bahkan kita tidak mungkin menjadi kemengadaan kita sendiri, bukankah berarti seluruh pengetahuan “kita” salah dan tidak berarti, termasuk semua tulisan ini?  Jawabannya adalah, konsepsi yang salah adalah menisbatkan pengetahuan kepada “kita”, karena bukankah “kita” tidak ada dan hanyalah bayangan? Sedang semua yang mempunyai keberadaan dalam benak kita pun tidak lain adalah wujud  itu sendiri?

Musykilah 3
Apakah wujud mengetahui dirinya sendiri? Jika ya, maka wujud terbatas oleh pengetahuan-Nya atas diri-Nya sendiri, jika tidak maka wujud tidak mengetahui dirinya sendiri? Jawabnya adalah, ya, wujud mengetahui dirinya sendiri. Pengetahuannya atas dirinya sendiri adalah wujudnya itu sendiri, sehingga karena keduanya identik tidak bisa saling membatasi satu sama lain.



Musykilah 4  
Jika pengetahuan yang benar adalah kemengadaan, bagaimana sains dan ilmu-ilmu eksperimental memperoleh “nilai” kebenarannya? Jawabnya, seluruh teori sains dan ilmu-ilmu eksperimental kebenarannya relatif dan memperoleh “nilai” pembenarannya bersandarkan pada asumsi-asumsi tertentu seperti regularitas alam, keterulangan alam. Kebenarannya diperoleh pada saat “kemengadaan relatifnya” muncul di alam material.

Maka Muhyiddin Ibn ‘Arabi menegaskan tanpa Pengetahuan Sejati, tak lain adalah Pengetahuan (Dengan Kehadiran) tentang Allah , seluruh pengetahuan lainnya menjadi tidak ada artinya sama sekali. Dan dengan Pengetahuan Sejati, seluruh “pengetahuan relatif” lainnya mendapatkan tempat bersandar untuk me-relasi-kan dirinya dengan Satu Prinsip Primer Kesegalaan.

Mungkin orang tak memandang angin yang selalu semilir bertiupan di depan matanya

Mungkin orang tak merasakan sesedotan udara di hidungnya, sungguh lebih berharga dibanding mas dan intan itu sendiri

dunia-dunia berhembasan, bidadari bertarian, samudera nikmat dan rahmat memabukkan manusia tak sadari Ia ada di mana-mana

di dalam hati yang beriman terdapat ribuan pusara Tuhan, Tuhan pun diam seribu bahasa ?

wallohu a’lam bi ash-showab












Tidak ada komentar:

Posting Komentar