Halaman

Pages

Laman

Sabtu, 10 Desember 2016

Pengobral ciu

Ketika seorang peminum disubuh tadi bercerita aku tau betapa pahitnya hidup yg dia rasakan
Bercerita tentang keluarga selalu berujung dg kesedihan
Dugaanku benar
Ia ambil botol minumannya dan menuangkannya kedalam segelas botol kecil yang terisi tak begitu penuh
Lantas bercerita tentang hidupnya
Kepahitan tan manisnya hidup adaalh buah dari usaha kita sendiri
Mbiaen aku juga pernah ngalami urep koyo koe.
Itu ujar sang pemabuk.

Jumat, 09 Desember 2016

Doa

Alhamdulillah wasyukirilah.
Allah memang maha agung dengan segala kuasanya. Allahu akbar, kau jadikan tubuh yang tak memiliki arti dimatamu ini bisa merasakan nikmat memandang keelokan ciptaanmu. Kau balikkan apapun yang kau kehendaki. Kau beri keberkahan sakit karna aku sangat yakin lusnya ampunanmu. Allahula illahaillallah. engkau yang menciptakan hamba, engkau tundukkan setiap yang ada di bumi dan dilangit. Keesaanmu tiada satupun yang melebihi. Dengan segala nikmt dan segala kebaikan hamba yang telah lalu, hamba bersujud mohon ampunan. Jadikan hamba manusia yg kau cintai dan kau kumpulkan kami kedalam golongan orang mukmin. aku pasrahkan urusan duniaku pun akheratku padamu.

Bapak

Sore tadi akalku dituntun untuk tak berdiri diam. Aku yang dengan kebingungan tak tau harus kemana. Ikuti saja kata hatimu. ucapku dalam hati. Tubuh yang tak berdaya ini menuntun diri yang angkuh ini ke salah satu desa yang dulu menjdi persinggaha yang sekarang telah menjadi kenangan. Bukan hilang atau diholangkan, tp pikiranku sendiri yg menghilangkan.
Saat pikiran yang goyah ini menuntun untuk pergi ke SMK Diponeogoro Karanganyar(berharap sekadar memandang wajah yang dulu aku kenal), seoraang bapak renta baya memberhentikanku dari perjalanan dan lamunanku. Nderek ndung, kata bapak itu sambil melambaikan tangannya. Akupun berhenti dan bapak itu pun membonceng motor. Beberapa meter berjalan sang bapak bertanya pada saya, "bade ten pundi?" pertanyaan sederhana yang harusnya sangat gampang untuk dijawab. Tapi bibirku begetar tak bisa mengucap sekatapun. Akupun balik bertannya, bapak saking pundi?
Dengan nada bergetar lantaran usia, ia menjawab;
"saking anak ten wonopringgo."
"la wangsule pundi pak?"
"sentul le."
Stelah itu aku lama terdiam memikirkan seseorang. Bapakku, otakku lnagsung merekam sosok tua yang sebenarnya tak begitu akrab tp aku merindukannya. Segera aku berpikir tentang kasih seorang bapak kepada anak.
"Apakah bapakku juga merindukaku dan ingin sekadar melihat anaknya seperti bapak ini?"
Otaku dipaksa berpikir untuk itu hingga air mata tak mampu terbendung lantaran akupunmerindukanmu ayah.

Kamis, 28 April 2016

Senyum manismu setan



Kita bicara dlam tataran nada tak bermakna
Kau dan aku berbalut dalam kebisuan
Kita berdiri dalam ruang kemarahan
Berjalan merayapi lembah berlendir di kota ini
Ketepatan berkata adalah modal menyampaikan perasaan
Ketiaka semua diam, kita diam dan berbicara dalam hati yang bergemuruh
Malam dg lampu2 tua yang redup membuatku lamur
Seketika cinta berubah murka berapi api
Aku lihat dibalik wajah yang ranum itu berdiri setan yang tersenyum menatapku girang.

Dongeng sebelum mati

Aku hidup di kota dengan kakaku sedang ibuku didesa dengan mbakku. saat dirumah sakit hanya sekali aku menemuinyya. 

Hari sabtu ketika pulang sekolah aku merencanakan pulang ke desa untuk mngambil sesuatu sedangkan tdak ad yang mengantar dan akhirnya aku pergi sendiri. Saat menunggu bus ternyata hari sudah ore. Aku putuskan mampir kerumah temaan sekolah yang tidak jauh dari halte aku duduk.
Saat patang datang aku mendapat telfon dari bakku untuk segera ke rumah sakit. Dengan santainya aku menjawab tanpa menganggap tak akan terjadi apa2. Aku datang dengan becak dan menuju kekamar ibuku dimana ia dirawat bersama kakakku yang lain dengan mata memerah dan mengeluarkan cairan bening. Memandan ibu yang terbaring sekarat hidupku seakan tak ada tenaga. Hanya ada air mata dan penyesalan yang ada.
karna hari sudah larut aku pulang.
paginya keponakan mendapat telfon bahwa ibukusudah tak dapat diselamatkan lagi. Dengan penuh rasa bersalah ku yang semakin mendalm aku datangi ibuku yang yak lagi beryawa. Aku menangis dan kakak laki2ku dengan sangat bersalah danmenyesal menabgis juga. 
Dari situ aku bisa mengerti ibu adalah orang yg besar pengorbanannya. Hanya demi anaknya dia rela mengorbankan nyawanya. Sedangkan aku sebagai anaknya sekadar menyenangkan ibunya yang sakit untuk menjenguknya pun malas. Hah aku ini anak macam apa?

Selasa, 26 April 2016

Seperti burung gereja

Hidup memang mengesankan, jika itu dilihat orang lain. Orang tak selalu benar meski kadang melihat. Kuncinya selalu bersyukur, itu yang sampai sekarang masih saya pelajari. Beberapa pelajaran dalam perjalanan yang aku tempuh sedikit membuka mataku untuk lebih bersyukur. Aku melihat anak kecil berlarian d jaalan meminta sumbangan, ada juga bapak2 yang berjalan dengan susah payah karena lumpuh, ibu2 menggendong anaknya dengan tangan menengadah meminta recehan. Renunganlah yang membuat aku tau masih banyak yang lebih menderita. 
Lepas dari semua itu selalu kubayangkan seekor burung gereja yang berjajar di kabel tiang listrik dekar penggilingan padi. Aku meembayangkan seekor burung itu adalah aku. Beratap gembiranya aku dalam bayangan ini. Tapi aku lupa bahwa Allah selaalu memberikan uian buat mahluknya. Kembali lagi dalam kesadaran bahwa aku harus bersyukur menjadi diriku.

Senin, 11 April 2016

Dua tahun

keberadaan seorang anak terkadang membebani. tp jika dipikir beban orang tua jau lebih berat. membayangkan mengasuh anak adalah hal yangtidak gampang. saya sebagai anak pun membayangkan menjadi orang tua pun berat. merasa kasihan kepada mereka yang anak2nya berdusta dan durhaka. pantas Allah mengutuk anak yang durhaka. sebab memang berat dan butuh tanggungjawab yang tdak enteng. 
dua tauhun sudah aku meninggalkan kampung rumah dan kluarga. selama dua tahun ini aku jalani hari2 tanpa kawan sedulur. dengan berani aku menantang kerasnya kehidupan tanpa siapapu tanpa apapun. menjadi orang jalan memang tidak gampang, tp aku harus siap dengan resiko. 
dua tahun hidup tanpa keluarga bak hidupdi hutan. untuk urusan makan pun harus sueveval, sebab jikatidak begitu mungkin akan mati kelaparan. dan beruntungnya ku masih memiliki Allah yang masih sudi memberiku rizki.
tapi sebenarnya Allah murka kepadaku. jika ada yang bertanya kenapa, maka aku akan menjawab karena aku termasuk orangvyang dirhaka. kenapa begitu?
selama dua tahun ini aku telah mendustai keluargaku dan hidupku. hingga akhirnya aku jatuh dan kebencian tertanam kepadaku. rizki yaang Allah berikan kepadaku kian berkurang dan sedikit orang yang hanya dekat denganku. kesehatan pun Allah kuraangi buatku. hingga pada akhirnya Allah masih memberiku sakit. 
selama dua taun pun malam2 ku nampak tiada berguna. hampir setiap malm mereka orang yg berpengaruh dalam hidupku sebelumnya datang menemuiku.
dan hari minggu sore ketika aku pergi bersepeda, berjumpalah aku dengan bapak tua yang ketika itu tepat mahrib, dalam hati aku merasaa malu dan menangis. aku sendiri yang masih muda sering melalaikan Allah. Meski tanpa bertegus sapa bapak tua yang aku lihat sedaang menunaikan sholat mahrib. yang aku kagumi adalah ketepatan waktu padahal ia masih dijalan dan bersujid beralaskan plastik. Allahhu Akbar.
malamnya aku bermimpi. ada seorang ibu yang sangat sayang kepada anaknya hingga ia menangis karena anaknya menderita.
anaknya adalah seorang yang baik perangainya. ia duduk di bangku sma. ketika ia akan berangkat sekolah dan sedaang menyiapkan pakaian dan sang ibu mamakaikannya layaknya masih kecil. sang ibu pun segera meembereskan rumah. waktu sang anak akan berangkat sekolah ia pun segera menemui ibunya untuk pamit. saat akan pamit ternyata iunya sedang manangis dan segera memeluk anaknya. lalu sang anak pamitan.
belum sampai tepat sekolah anaknya pulang karenacelananya rusak dan mencoba mencari ganti. melihat anaknya kebingungan mencari celana ibunya menangis memeluk anaknya. Allahu akbar, Betapa besar kasih seorang ibu hingga sedemikian sedihnya hanya karena melihat anaknya tidak punya seragam sekolah ganti lantaran ibunya tidak memiliki uang untuk membelikannya

Rabu, 06 April 2016

1 cerita 2 asmara

Musik adalah hidup Iwan Fals. Lewat musik, lelaki bernama asli Virgiawan Listianto itu bertemu belahan jiwanya, Rosanna atau yang akrab disapa Yos.
 
IWAN bukan orang yang pandai bercerita, terutama mengenai peristiwa yang sudah puluhan tahun lalu terjadi. Meski sekelumit kisahnya masih melekat dalam pikiran, Iwan tak mampu mengurai secara detail cerita cintanya bersama Yos.“Soalnya sudah lama banget. Saya sudah lupa detail ceritanya,” kata Iwan, membuka 
 perbincangan di rumahnya yang luas di Desa Leuwinanggung, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
 


Menerawang ke masa lalu, ayah tiga anak itu coba mengulang memori pertemuan pertamanya dengan Yos di kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ), yang terjadi 27 tahun silam. Kala itu, Iwan sedang mengikuti Festival Musik Humor yang diselenggarakan mahasiswa IKJ. Ia tampil solo memainkan gitar dan harmonika. Sementara Yos, yang mahasiswi jurusan Seni Rupa di kampus tersebut, adalah salah seorang panitia festival. 

    “Saya masih ingat, waktu itu Yos pakai topi kayak Pak Tino Sidin. Dia kan anak Seni Rupa. Topinya juga banyak benderanya,” kenang Iwan, seraya tersenyum. Penampilan Yos yang trendi dan cenderung maskulin menggetarkan dawai hati Iwan. Iwan yang saat itu masih menyandang predikat siswa kelas tiga SMAN 26 Jakarta mengaku tertarik melihat sosok wanita kelahiran 1960 itu.

    “Senang aja lihat dia kayak laki-laki. Ditambah lagi, sejak pertama bertemu, dia sudah memberi perhatian pada saya,” ujar Iwan tanpa bermaksud menyombongkan diri. Sementara itu, diam-diam Yos pun memerhatikan sosok pemuda yang telah tercuri hatinya oleh penampilannya yang maskulin. Belakangan Yos tahu, ketertarikannya itu lebih didasari  oleh minatnya terhadap lagu-lagu Iwan.

    Sejak dulu, Iwan dikenal sebagai musikus pengusung tembang-tembang country dan balada. Pada acara festival itu pula, lelaki kelahiran Jakarta, 3 September 1961 itu sempat memberi Yos sekeping kaset yang berisi demo suaranya. Baru tiga tahun kemudian, suara emas Iwan itu direkam dalam tiga album sekaligus, yakni Serenade Kembang Pete, Frustrasi, dan Sarjana Muda.
Walaupun gadis yang disukainya adalah seorang mahasiswi, Iwan tidak merasa minder. Benih-benih asmara yang mulai muncul, ia biarkan bersemi hingga tumbuh menjadi seuntai cinta.“Masalah cinta kan enggak ada batas usianya. Kita ketemu, terus dianya kelihatan memberi perhatian, saya langsung penalti saja; coba pacaran yuk! Ternyata bisa berjalan tiga tahun. Cuma, kalau ditanya detail proses pacarannya bagaimana, saya lupa. Sudah lama banget kan tuh,” kata Iwan, yang mengaku deg-degan jika harus menggenggam tangan Yos.

    Masa pacaran tiga tahun berjalan bukan tanpa hambatan. Di antara waktu tersebut, Yos rupanya sempat kepincut pria lain. Iwan mengetahui hal itu. Namun, putra pasangan Haryoso dan Lies ini tak pernah menyurutkan cintanya pada Yos.  Di sisi lain, Iwan juga tahu Yos masih menaruh minat padanya. Sampai akhirnya Iwan nekat melamar Yos yang kala itu sudah memiliki kekasih baru.

    “Saya merasa terhormat ketika saya ajak dia menikah, dia mau, padahal kan Yos sudah punya pacar. Saya bilang: ‘aku cuma bisa ngamen nih. Enggak ada cara lain untuk hidup, berani enggak?’  Eh, dia bilang berani. Hal itulah yang kemudian saya jadikan amanat buat saya menjaga hubungan kami.”

     Iwan mengingat jawaban ‘ya’ dari Yos sebagai hal paling indah dari masa mudanya. “Soalnya, pasti berat untuk Yos memutuskan satu di antara dua lelaki. Saya sih maju terus walaupun dia sudah punya pacar. Rezeki enggak ke mana. Semua kan tergantung Yos. Saya hanya mengungkapkan perasaan saya saja. Saya cinta dia, saya ungkapkan. Saya bilang, ‘gue  seneng sama elo!’ Gitu aja,” cerita Iwan, yang tak ingat lagi tanggal pernikahannya.

Buat Iwan, Yos bisa dibilang cinta pertamanya. Di masa mudanya, Iwan hampir tak punya pengalaman pacaran dengan gadis lain selain istrinya sekarang. Maka itu, ketika ditanya alasan dia memilih Yos, lelaki yang gemar olahraga karate itu tak mampu menjawab.

“Saya enggak tahu kelebihan Yos dibanding perempuan lain. Saya kan enggak pernah tahu (perempuan) yang lain. Mungkin karena nafsu saya terpenuhi di Yos. Pikiran saya, perasaan saya, negatif-positif saya, semua terpenuhi di dia,” kata Iwan. Kini, Iwan dan Yos sudah melalui 25 tahun usia pernikahan mereka. Iwan mengaku, cintanya pada sang istri masih sama seperti ketika keduanya pacaran.

“Saya baru merasakan, ternyata kita ini hidup. Banyak keajaiban yang terjadi setiap hari. Saya sendiri takjub, kok bisa ya tahan 25 tahun di saat pasangan lain baru tiga tahun kimpoi, cerai. Saya bersyukur juga karena memang pernikahan ini indah. Kalau enggak indah, ngapain nikah.”

“Saya selalu bilang ke Yos, sekarang saya menyayangi kamu. Besok enggak tahu. Enggak berani janji dong saya. Eh, ternyata besok tuh sampai 25 tahun,” kata Iwan lagi.
Cinta Makin Kuat Setelah Cobaan Itu Datang
Pernikahan Iwan dan Yos berjalan mulus nyaris tanpa persoalan berarti. Kebutuhan keluarga tercukupi, anak-anak pun tumbuh sehat sejahtera. Sampai akhirnya musibah datang pada 1997.
TAHUN itu, Galang Rambu Anarki, putra sulung Iwan dan Yos, meninggal dunia. Langit seakan runtuh. Galang yang disebut-sebut sebagai pangeran penerus jejak sang ayah, sangat cepat diambil Tuhan. Saat mengembuskan napas terakhirnya, personel band Bunga itu baru berusia 15 tahun. 
Tahun pertama kepergian Galang, kesedihan pun menggelayuti hati pasangan itu. Tak jarang, Galang datang menghiasi mimpi Yos. Bahkan, sampai Yos ngelindur. “Itulah cobaan paling berat dalam hidup kami. Untungnya saya selalu kembali lagi ke agama. Saya atasi kesedihan ini dengan lebih mendekatkan diri pada Tuhan,” kata Yos.

Jika rindu kepada Galang melanda, Yos hanya bisa menumpahkan air mata. “Iwan sih enggak ngomong atau menasihati apa pun pada saya. Karena kita berdua hobi baca, untuk menenteramkan hati, biasanya kita sama-sama baca buku saja. Kalau tiba-tiba saya tidur, ngelindur soal Galang, paling Iwan memeluk saya. Enggak ngomong apa-apa, karena kalau bicara kan kadang-kadang malah salah,” tutur Yos.

Tak lama setelah Galang meninggal, berturut-turut Iwan juga kehilangan ayah serta seorang saudaranya. Rasa kehilangan itu datang bertubi-tubi dan dirasakan sangat berat baginya. “Tapi, saya sadar, semua manusia pasti akan kehilangan orang yang mereka sayangi,” kata Iwan.

Tak ingin berduka terus-menerus, Iwan dan Yos melanjutkan kembali kehidupan mereka. Sampai akhirnya, Raya Rambu Rabbani lahir pada 2003, pada saat anak kedua mereka, Annisa Cikal Rambu Basae, berumur 18 tahun. Raya-lah yang kemudian menjadi pelipur lara Iwan dan Yos.
“Sejak enggak ada Galang, saya merasa lebih dekat dengan Iwan. Sangat berkesan. Sama berkesannya dengan kelahiran Raya. Saya merasa, kehadiran saya di dunia jadi lebih bermanfaat. Kalau tadinya hanya ngurusin Iwan terus, sekarang saya harus merawat Raya juga,” ujar Yos.
Cikal sekarang sudah besar, sudah kuliah. Sesekali dia suka pulang malam. Iwan suka senewen, padahal saya pasti bilang kepada dia kalau Cikal akan pulang telat ke rumah. Saya lihat Iwan makin bertanggung jawab sebagai suami, ayah, dan manusia,” lanjut Yos.
Perubahan kecil juga dirasakan Iwan sejak kepergian Galang. “Belakangan saya merasa lebih tegas. Namun, soal agama, Yos lebih kuat. Dia selalu siap memenuhi semua kewajibannya. Di sisi lain, saya juga berusaha memberi apa yang saya punya untuk dia,” Iwan menyambung ucapan sang istri. Seperempat abad hidup bersama membuat Yos semakin bisa memahami Iwan meskipun dulu dan sekarang Iwan tidak terlalu banyak berubah.

Iwan tetap Iwan yang saya kenal. Secara fisik dia berubah, tapi itu kan pasti dialami semua orang. Tambah umur, dia justru semakin matang dan sabar menghadapi persoalan apa pun. Musibah dalam keluarga selalu kami kembalikan pada nilai-nilai agama. Itu yang membuat kita yakin, yang terbaik adalah menghadapi semua persoalan,” tutur Yos. 
Akhir-akhir ini kita malah sering punya persamaan feeling. Di awal pernikahan dulu, seringnya enggak nyambung, salah duga, beda tebakan. Sekarang mulai ada persamaan. Apalagi, setelah Galang pergi,” timpal Iwan. Tahun ini usia Iwan akan mencapai 44 tahun. Meski demikian, ketua umum organisasi massa Orang Indonesia (OI) itu masih merasa muda. Detik demi detik perubahan fisik manusia, ia nikmati sebagai sebuah keindahan.
“Justru saya semakin penasaran. Di usia segini, saya suka loyo. Nah, setelah fase loyo, apa lagi nih? Ternyata, perhatian Yos juga enggak berubah. Dia makin bisa bikin saya penasaran,” kata Iwan, tanpa memerinci hal-hal yang membuatnya penasaran itu. “Saya bergairah terus sama Yos. Mudah-mudahan dia juga begitu. Saya selalu merasa baru menikah walaupun sudah lama. Senang aja jadinya. Kayak pacaran terus,” kata Iwan lagi.
Meski berani mengungkapkan perasaannya pada Yos, namun dalam sikap, Iwan tidak seromantis tembang-tembang cintanya. Makan malam berdua di bawah temaran cahaya lilin, misalnya, tak pernah sekalipun mereka lakukan. Cinta di hati keduanya hanya terpupuk lewat perhatian serta kepercayaan yang tinggi terhadap pasangan. 
Cinta kami tumbuh begitu saja sih. Alhamdulillahnya lagi, saya tidak mengalami persoalan ekonomi. Terkadang cinta kan juga butuh uang. Rumah tangga pun begitu. Rezeki kami ada saja, sehingga kami enggak bingung mencari kebutuhan sehari-hari,” tutur Iwan, yang menyerahkan semua urusan rumah tangganya kepada Yos. 
Di samping persamaan, Yos dan Iwan juga memiliki perbedaan tabiat. Iwan yang terkesan temperamental dan meledak-ledak dalam membuat lirik lagu, ternyata cukup lembut pembawaannya. Bahkan tak jarang, ia bersikap manja pada sang istri. “Dulu kalau saya nyuapin Galang dan Cikal, dia enggak ketinggalan minta disuapin. Pokoknya, dia tuh termasuk suami yang selalu minta dilayani. Iwan juga lembut. Kalau kita lagi marahan, yang ngebanting pintu, istilahnya, itu saya. Iwan justru diam kalau lagi marah,” kata Yos.
   
Saling Menghormati jika Pasangan Cemburu

Hidup bersama seorang superstar seperti Iwan bukan hal mudah. Terlebih ketika fenomena groupies, kelompok penggemar fanatik, wanita kian menjamur. Kecemburuan Yos bertambah kala melihat fans wanita Iwan yang agresif.

IWAN pun sesungguhnya termasuk pria pencemburu. Ia tak berusaha menampik perasaan itu dengan berpura-pura cuek terhadap pasangan. Cemburu, bilang cemburu. Meski kemudian ia harus bertengkar hebat dengan istrinya. “Saya cemburuan, Yos juga cemburuan. Tapi, saya bisa menghormati kecemburuan dia. Ternyata asyik juga kok cemburu. Ada rasa deg-degan-nya, he, he, he …,” ujar Iwan.

Iwan bukan tak menyadari fans wanitanya banyak dan bahkan ada yang menuntut lebih darinya. Namun, sejauh ini ia mengaku masih bisa mengendalikan emosi. Sesekali pernah juga tebersit keinginan penyuka olahraga karate itu berpoligami. Sayang, Yos tidak mengizinkan. 
Kadang-kadang terpikir juga sih. Apalagi kalau lihat perempuan cantik, muda, wah …. Kemarin saya baru bilang, Yos boleh enggak ngelirik-lirik perempuan? Ternyata enggak boleh sama dia,” kelakar Iwan. Ungkapan jujur Iwan untuk membagi hatinya dengan perempuan lain boleh jadi hanya sebuah canda sebab semakin hari, cintanya pada Yos justru dirasa kian bertambah. Iwan sadar, kecantikan wanita bukan segala-galanya.

“Kecantikan bukan dilihat dari fisik saja kok. Kalau ukurannya hanya itu, berapa banyak perempuan yang cantik? Kecantikan ternyata ada di balik kerutan, dari tulang yang mulai sakit, atau pada situasi menjelang menopause. Itu juga kan keajaiban dan harus disyukuri. Apa yang saya dapat dari Yos sudah lebih dari cukup,” kata musikus yang menghabiskan masa sekolahnya di Bandung, Jawa Barat.


 Tak ada dalil khusus yang diterapkan Iwan, menjaga bunga cintanya pada sang istri tetap mekar sepanjang masa. Seperti lirik-lirik lagunya, Iwan lebih suka membiarkan semua mengalir bagai air, tanpa ada janji-janji yang muluk. “Tinggal bagaimana kita menyirami benih-benih yang sudah Tuhan kasih. Ini ladang kita, bisa enggak kita rawat? Rasa bosan pasti ada dan saya yakin Yos pun bosan sama saya. Tapi, kita terima saja kebosanan itu sebagai rahmat. Kalau mengutip ucapan Aa Gym, jadikan keluarga sebagai ladang amal kita,” kata Iwan bijak.

Di usianya yang semakin senja, Iwan justru terlihat semakin tampan. Penilaian ini banyak dikemukakan oleh para penggemarnya. Menanggapi hal tersebut, Yos hanya bisa mengucap syukur. Begitu pun ketika fans wanita Iwan berlaku sedikit mesra pada sang musikus.

“Dibilang terusik, pasti terusik. Tapi, enggak apa-apalah. Alhamdulillah saja karena berarti saya masih dikasih kesempatan bersama Iwan dan dia tidak tergoda,” ucap wanita berjilbab itu. Yos berharap, cobaan berupa orang ketiga yang berpotensi merusak rumah tangga mereka tidak akan terjadi. Untungnya lagi, Yos kini juga bertindak sebagai manajer Iwan. Jadi, ke mana pun sang suami pergi, Yos pasti ikut mendampingi.

“Dengan mendampingi dia dalam tim manajemen, saya jadi lebih mengerti. Kalau dulu kan saya di rumah, enggak ikut Iwan. Saya selalu punya pikiran sendiri, ‘wah lagi ngapain ya dia?’  Berhubung sekarang saya manajernya, ke mana pun Iwan pergi, saya ikut. Kalau ada fans perempuan melukin dia, saya bisa lihat dengan mata kepala sendiri. Saya lihat bagaimana reaksinya. Kalau Iwan kecentilan, pulangnya langsung saya labrak. Tapi, kalau Iwan dalam posisi enggak bisa menolak, saya tetap mengerti kok,” tutur Yos.

Yos percaya Iwan setia padanya. Begitu pun sebaliknya, sebab pasangan yang menikah di Garut, Jawa Barat, ini mengaku, sama-sama takut pada Tuhan. “Kita kan punya salat lima waktu. Pada saat zuhur, kita melakukan sesuatu yang tidak baik, ada kesempatan di waktu ashar untuk mengucap istighfar, dan memohon petunjuk bagaimana sebaiknya saya bersikap setelah ini,” kata Yos, yang mengaku sangat terbuka pada Iwan.

Di mata Yos, Iwan bukan suami yang mampu bersikap romantis, seperti cerita dalam film ataupun sinetron. Romantis versi Iwan lebih merujuk pada perhatian superekstra terhadap pasangan. “Buat saya, Iwan sangat romantis, tapi enggak seperti di buku atau film. Misalnya dia lagi melakukan tur musik. Di sela-sela jadwalnya, dia masih suka mengingatkan saya agar menjaga kesehatan. ‘Lo jangan sakit ya’. Untuk saya, itu romantis banget,” urai Yos.

Menyikapi masa puber kedua Iwan, Yos juga punya resep jitu. “Kuncinya, jangan tinggalkan salat. Kalau puber, pasti dia ngomongin perempuan lain dong. Kalau sudah begitu, saya hanya bisa menunjukkan kalau saya enggak suka. Tapi, enggak pakai ngomel-ngomel lo,” kata Yos, yang berusia satu tahun lebih tua dari suaminya.

Iwan kemudian menimpali ucapan sang istri dengan sebuah harapan yang tanpa diembel-embeli angan setinggi langit.   “Mudah-mudahan keluarga kita tetap utuh. Ya…, enggak tahu juga sih. Cinta itu kan misteri. Kebetulan keyakinan saya Islam, di mana ruang-ruang untuk berpoligami itu terbuka cukup lebar. Tapi, kalau Yos enggak mengizinkan, kan enggak bisa,” katanya.