Pidato
rekreatif tidak selamanya menghasilkan humor sehingga orang tertawa. Apakah
hanya mengeluarkan uneg-uneg atau hanya sekedar penghibur untuk melarikan diri
dari kenyataan yang pahit. Ada kesepakatan lebih baik menentang status quo
dengan humor-humor ketimbang senjata. Tampaknya ada hubungan erat antara
keterbukaan humor dengan tingkat demokrasi. Makin lepas orang berhumor, makin
demokratis negeri itu.
Contoh:
Tayangan
di TV swasta, acara Istana BBM (Benar-Benar
Mabok), ditampilkan ada tokoh yang mewakili Presiden dan WakiPresiden, dengan
beberapa figuran Menteri Kabinet dan anggota DPR/MPR, bersama undangan.
Pada sisi lain, makin otoriter suatu pemerintahan, makin tersebar humor-humor
yang tidak jelas asal usulnya.
Karakteristik
Pidato Rekreatif
Beberapa
karakteristik yang dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat (2000) dalam berpidato
rekreatif sebagai berikut:
a) Tidak melulu melucu.
Alan H.Monroe menyebutnya “the speech to
entertain”, pidato untuk menghibur. Tujuannya hanya untuk menggembirakan,
melepaskan ketegangan, menggairahkan suasana atau sekedar memberikan selingan
setelah rangkaian acara yang melelahkan.
Pidato
rekreatif disampaikan dalam berbagai situasi:
1).
Perhelatan atau pesta. Anda diminta untuk menyemarakan acara-acara yang sudah
ada;
2)
Pertemuan kelompok organisasi sosial, kelompok kecil, keluarga, memerlukan
pidato rekreatif;
3)
Jamuan makan malam. Sesudah jamuan biasanya diminta berpidato.
b) Gembirakan diri Anda dahulu.
Pidato rekreatif harus disampaikan oleh orang
berwajah ceria, riang, gembira dan santai. Kalau diri Anda tidak dapat
diarahkan kepada kegembiraan, jangan paksakan diri Anda menggembirakan hati
orang lain.
c) Hindari rangkaian gagasan yang sulit.
Pilihlah topik-topik yang enteng, sederhana, mudah
dicerna.
d) Gunakan gaya bercerita.
Cerita sebaiknya dijalin begitu rupa sehingga
berkaitan satu sama lain.
e) Berbicaralah secara singkat.
Pidato rekreatif
hanya pada tahap perhatian,tidak mengikuti urutan bermotif lengkap.
Berhentilah ketika para pendengar masih menginginkan Anda melanjutkan pidato.
Teori-Teori Humor
Teori
humor jumlahnya sangat banyak, tidak satu pun yang persis sama dengan yang
lainnya, tidak satu pun juga yang bisa mendeskripsikan humor secara menyeluruh,
dan semua cenderung saling terpengaruh (Setia-wan, 1990). Dewasa ini,
pengertian humor yang paling awam , ialah sesuatu yang lucu, yang menimbulkan
kegelian atau tawa. Humor identik dengan segala sesuatu yang lucu, yang membuat
orang tertawa. Pengertian awam tersebut tidaklah keliru.
Dalam
Ensiklopedia Indonesia (1982), seperti yang dinyatakan oleh Setiawan
(1990), Humor itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena
keganjilannya atau ketidakpantasannya yang menggelikan; paduan antara rasa
kelucuan yang halus di dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan
sikap simpatik. Lebih lanjut, teori humor dibagi dalam tiga kelompok (Manser,
1989), meliputi:
(1) Teori superioritas dan meremehkan
Yaitu jika yang menertawakan berada pada posisi
super; sedangkan objek yang ditertawakan berada pada posisi degradasi
(diremehkan atau dihina). Plato, Cicero, Aristoteles, dan Francis Bacon (dalam
Gauter, 1988) mengatakan bahwa orang tertawa apabila ada sesuatu yang
menggelikan dan di luar kebiasaan. Menggelikan diartikan sebagai sesuatu yang
menyalahi aturan atau sesuatu yang sangat jelek. Lelucon yang menimbulkan
ketertawaan, juga mengandung banyak kebencian. Lelucon selalu timbul dari
kesalahan/kekhilafan yang menggoda dan kemarahan;
(2) Teori mengenai ketidakseimbangan, putus
harapan, dan bisosiasi.
Arthur
Koestler (Setiawan, 1990) dalam teori bisosiasinya mengatakan bahwa hal yang
mendasari semua bentuk humor adalah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi
atau kejadian yang mustahil terjadi sekaligus. Konteks tersebut menimbulkan
bermacam-macam asosiasi;
(3)
Teori
mengenai pembebasan ketegangan atau pembebasan dari tekanan.
Humor
dapat muncul dari sesuatu kebohongan dan tipuan muslihat; dapat muncul berupa
rasa simpati dan pengertian; dapat menjadi simbol pembebasan ketegangan dan
tekanan; dapat berupa ungkapan awam atau elite; dapat pula serius seperti
satire dan murahan seperti humor jalanan. Humor tidak mengganggu kebenaran.
Fuad
Hasan dalam tulisan Humor dan Kepribadian (1981) membagi humor
dalam dua kelompok besar, yaitu:
(1)
Humor pada dasarnya berupa tindakan agresif yang dimaksudkan untuk melakukan
degradasi terhadap seseorang;
(2)
Humor adalah tindakan untuk melampiaskan perasaan tertekan melalui cara yang
ringan dan dapat dimengerti, dengan akibat kendornya ketegangan jiwa.
Arwah
Setiawan (dalam Suhadi, 1989), mengatakan sebagai berikut: Humor itu adalah
rasa atau gejala yang merangsang kita untuk tertawa atau cenderung tertawa
secara mental, ia bisa berupa rasa, atau kesadaran, di dalam diri kita (sense
of humor); bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta dari dalam maupun dari
luar diri kita. Bila dihadapkan pada humor, kita bisa langsung tertawa lepas
ataucenderung tertawa saja; misalnya tersenyum atau merasa tergelitik di dalam
batin saja. Rangsangan yang ditimbulkan haruslah rangsangan mental untuk
tertawa, bukan rangsangan fisik seperti dikili-kili yang mendatangkan rasa geli
namun bukan akibat humor .
Persoalan
humor oleh beberapa orang dianggap sebagai persoalan teori estetik ,yang dicoba
untuk diterangkan lewat berbagai teori tentang humor. Teori humor mencoba
menerangkan bagaimana suatu hal dapat membangkitkan tawa atau geli pada
seseorang. Seperti yang diungkapkan Setiawan (1990) dalam majalah Astaga,
teori humor digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
(1) Teori Keunggulan
Seseorang akan tertawa jika ia secara tiba-tiba
memperoleh perasaan unggul atau lebih sempurna dihadapkan pada pihak lain yang
melakukan kesalahan, kekurangan atau mengalami ke-adaan yang tidak
menguntungkan. Kita dapat tertawa terbahak-bahak pada waktu melihat pelawak
terjatuh, terinjak kaki temannya serta melakukan berbagai kekeliruan dan
ketololan;
(2) Teori Ketaksesuaian
Perasaan
lucu timbul karena kita dihadapkan pada situasi yang sama sekali tak terduga
atau tidak pada tempatnya secara mendadak, sebagai perubahan atas situasi yang
sangat diharapkan. Harapan dikacaukan, kita dibawa pada suatu sikap mental yang
sama sekali berbeda.
Sebagai
contoh adalah rasa humor yang timbul karena kita melihat kartun yang
menggambarkan seseorang yang sedang mancing. Gambar pertama, menunjukkan orang
dengan penuh harapan menunggu umpannya dilahap ikan. Gambar kedua menunjukkan
rasa gembira orang itu karena ada tanda-tanda bahwa ikan yang besar telah
menarik kailnya. Gambar ketiga, menunjukkan tiba-tiba, orang itu tercebur ke
sungai. Rupanya, ikan yang amat besar telah menyeretnya ke dalam sungai;
(3) Teori Kelegaan atau Kebebasan
Inti humor adalah pelepasan atas kekangan-kekangan
yang terdapat pada diri seseorang. Bila dorongan-dorongan batin alamiah
mendapat kekangan, dapat dilepaskan atau dikendorkan, misalnya lewat lelucon
seks, sindiran jenaka atau umpatan, meledaklah perasaan menjadi tertawa.
Seorang
pakar humor dari Semarang, Jaya Suprana, rupanya sudah menjadi korban
kepusingan dalam upaya memaham segala benang ruwet tentang teori humor, yang
akhirnya membuang segala pretense untuk memasang perumusan apa pun terhadap
humor. Ia dengan ringan dan riangnya mengumumkan bahwa humor itu indah, sebuah
misteri dalam kehidupan yang tak perlu lagi dikekang dalam batasan pemahaman
(Suhadi, 1989).
Teknik-Teknik
Humor
1)
Teknik Exaggeration
Melebihkan
sesuatu secara tidak proporsional. Misalnya, ungkapan “hujan lokal” bagi
pembicara yang “menyemburkan” air liur; parodi –meniru gaya suatu karya serius
(lagu, pepatah, puisi) dengan penambahan agar lucu, misalnya mengubah lirik
lagu dengan kata-kata baru bernada humor;
2)
Teknik belokan mendadak
Membawa
khalayak untuk meyakini bawa kita akan berbicara normal, namun tiba-tiba kita
mengatakan sebaliknya atau tidak disangka-sangka pada akhir pembicaraan.
Contoh:
Saya
mencintai seorang wanita, namun kami tidak bisa menikah karena keluarganya
merasa keberatan. Saya tidak bisa apa-apa, karena keluarganya yang tidak setuju
itu adalah suami dan anak-anaknya!; TV (baca: tivi) yang dibuat di Bandung dan
bermerk “Parisj van Java” yaitu tipikir-pikir tidak ada.
3)
Teknik Plesetan Kata (TPK)
Untuk
menerapkan TPK, daya kreativitas diperlukan untuk merangkai antara kata-kata
asing, dengan kata-kata umum yang sudah dimengerti oleh otak kita. Karena itu,
marilah kita sering membaca kamus bahasa Indonesia dan mempelajari
arti/maknanya.
4)
Teknik Ekstraksi Kata (TEK)
Teknik
Ekstraksi Kata (TEK) mirip dengan Akronim, yakni memperluas sebuah kata,
menjadi beberapa kata. Perluasannya biasanya berdasarkan atas masing-masing
suku kata atau masing-masing hurufnya.
Misalnya :
Mayjen
>>> Mayor jenderal, SOS (Save Our Soul), Beriman : Bersih, indah dan
nyaman, dll.
Di
dalam Teknik Ekstraksi, kita bebas berkreasi berdasarkan kreativitas kita
masing-masing. Semakin lucu, unik, khas, akan semakin bagus. Karena otak akan
‘senang’ mengingatnya.
Contoh
Ekstraksi kata lucu, unik, dan khas :
Tuti
>>> ( Tukang Tidur), Tukang Tipu, Tumit Tinggi
Gunawan
>>> Gundul Menawan
Benci
>>> bener2 Cinta, bener2 Ciamik
Cinta
>>> Cincin Permata, Cina Tambun
Organisasi Pesan
Organisasi pesan
dapat mengikuti 6 macam urutan ( sequence),
yaitu : deduktif, induktif,
kronoligis, logis, spasial dan topical. Urutan deduktif dimulai dengan menyatakan dulu gagasan utama kemudian memperjelasnya
dengan keterangan penunjang, penyimpulan, dan bukti. Sebaliknya, dalam urutan
induktif kita mengemukakan perincian-perincian dan kemudian menarik
kesimpulan. Jika Anda menyatakan dulu mengapa perlu menghentikan kebiasaan
merokok, lalau menguraikan alasan-alasannya, anda menggunakan urutan deduktif.
Tetapi bila anda menceritakan sekian banyak contoh dan pernyataan dokter
tentang akibat buruk merokok dan kemudian anda menyimpulkan bahwa rokok
berbahaya bagi kesehatan, maka Anda menggunakan urutan induktif.
Dalam urutan
kronologis, pesan disusun berdasarkan urutan waktu terjadinya
peristiwa.
Dalam urutan
logis, pesan disusun berdasarkan sebab ke akibat atau dari akibat ke
sebab. Bila anda menjelaskan proses kekufuran dari sebab-sebabnya lalu ke
gejala-gejalanya, maka anda mengikuti urutan logis dari sebab ke akibat.
Dalam urutan
spasial, pesan disusun
berdasarkan tempat. Cara ini dipergunakan jika pesan berhubungan dengan subjek
geografis atau keadaan fisik lokasi..
Dalam urutan
topikal, pesan disusun
berdasarkan topik pembicaraan: klasifikasinya, dari yang penting ke yang kurang
penting, dari yang mudah ke yang sukar, dari yang dikenal ke yang asing.
Teknik-teknik humor
1. Teknik Memintal Kata
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menggunakan
humor untuk menyegarkan suasana. Salah satu teknikhumor adalah memintal kata
yang berupa plesetan kata. Caranya, mengubah bentuk atau susunan huruf,
sehingga menimbulkan makna baru yang artinya sangat berbeda dengan makna
semula.
Contoh :
mendekap >> mendepak
malo>>malu
sourire>>sore hari dan
sebagainya
Ada beberapa cara untuk
memplesetkan kata diantaranya:
a. Baca kata asingnya dulu
b. Kaitkan kata-kata asing tersebut dengan
kata familiar yang sudah kita kenal kemudian diplesetkan
c. Bayangkan kembali kata-kata tersebut
dalam bayangan mental.
2. Teknik Ekstraksi Kata
Teknik ini mirip dengan
akronim,yakni memperluas sebuah kata menjadi beberapa kata. Misalnya :
mayjen>.> mayor jenderal, SOS (Save Our Soul ), beriman:bersih,indah dan
nyaman,dan sebagainya.
Di dalam teknik ekstrasi,kita bebas
berkreasi berdasarkan kreativitas kita masing-masing. Semakin lucu,unik,khas,
akan semakin bagus.
Contoh ekstrasi lucu,unik,dan khas:
Tuti>>tukang tidur,tukang
tipu,tumit tinggi
Gunawan >>gundul menawan
Benci >>bener-bener cinta
Cinta >> cincin permata,cinta
tambun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar