Alis
sedang berjalan-jalan ditanah lapang sebrang depan rumahnya. Sudah menjadi
kebiasaanya jika malam terang ia akan pergi kesana sambil terbaring di tengah
tanah lapang itu menikmati sentuhan semilir angin malam merasakan pandangan
bintang-bintang bak mata bidadari kayangan. Alis menikmati kegiatannya itu,
bintang-bintang menemani sang bulan yang tak lelah bersinar sepanjang malam. Di
desa dimana Alis berada, listrik belum masuk desa. Sehingga jika malam hari
langit Desa Lukito tampak membara beribu juta galaksi terlihat jelas di malam
itu.
“
Hah,tetaplah setia bintang-bintang, jangan jemulah bulan,angin dinginkanlah
pikiranku ini, aku masih ingin lama-lama disini “ Gumam Alis dalam tiduran
diatas tanah lapang. Tiba-tiba saja Alis mendengar suara tangisan, suara itu
mirip seorang laki-laki yang kesakitan, Alis menoleh kekanan, kekiri,
kebelakang dan tak ada orang , Alis mencoba mencari sumber suara namun tidak
menemuinya.
“
Hancurlah aku, tamatlah aku” Suara itu mulai berbicara dan melanjutkan
tangisannya. Alis mulai mengajak suara itu berbicara.
“
Hei kau dimana kau berada?, dan kenapa kau menangis juga?” Tanya Alis yang
masih tetap berdiri ditanah lapang yang sedikit membuatnya takut sekarang. Ia
sudah tak sendiri lagi namun bersama suara yang entah milik siapa yamg
menemaninya dalam kesunyian itu.
“
Kau pasti manusia, satu-satunya makhluk hidup yangkerjanya hanya bisa membuat
kerusakan tanpa perbaikan kan?” Jawab suara itu.
“
Kau salah, warga disini masih baik-baik
saja dantidak membuat kerusakan , sebenarnya kau ini siapa,berhentilah
menangis, ceritakan saja apa keluhanmu kepadaku. Aku siap menjadi temanmu malam
ini “
“
Tatap aku sekarang !”
“
Menatapmu ?kau dimana dulu,aku belum melihatmu? “
“Aku
di bawa, aku kau injak, dan kau tiduri “
Alis
menoleh ke bawah tapi tidak ada apa-apa hanya rumput hijau yang masih mengisi
ruang tanah lapang itu. Lalu Alis mencari-cari lagi, sekali ia duduk, merangkak
agar bisa melihat dengan jelas.
“
Aku tidakmelihatmu. Kau di bawah mana ?” Nafas Alis terengah-engah karena
pencariannya yang sia-sia dan tiada
hasil juga.
“
Iya aku tepat dibawahmu, tempelkan kupingmu dan kau bisa merasakan kehadiranku
“ Pinta suara itu. Alis mengikuti yang di sarankan oleh suara itu, Alis
terkejut suara itu datangnya dari dalam tanah. “ Kau disana”.
“
Iya aku disini “
“
Apa kau terkubur?, siapa namamu ? “
“
Akulah bumi. Hanya kau manusia yang dapat mendengar suaraku. Bisakah kau
menyuruh manusia-manusia itu untuk lebih mencintaiku, bisakah kau mencegah
mereka untuk tidak membuang kotoran yang membuatku rapuh, kotor, dan bau.
Usiaku sangat tua, aku butuh peremajaan, aku butuh akar-akar pohon yang bisa
menahanku dari air hujan dan hantaman ombak pantai, aku butuh banyak hutan
untuk menutupi lapisan ozonku yang berlubang, aku ingin tubuhku yang dulu,
hijau dan permai, tidak banyak polusi,kotoran limbah apapun. Aku ingin langitku
secerah dulu dan tampak dari angkasa sana hijau seperti zamrud. Dan aku ingin
penghuniku seperti flora dan fauna aman kembali seperti dulu. Itulah
permintaanku tapi apa, manusia tinggal di atasku mereka bersenang-senang,
membuang sampah sembarangan, berfoya-foya, makan daging sapi terlalu banyak dan
apa mereka tidak menjagaku dan peduli padaku “
Mendengar itu semua Alis sadar bahwa
diluar sana manusia masih egois, bersikap kapitalis, hanya mencari keuntungan
semata. Pabrik-pabrik yang mereka bangun, memang membuat kemajuan perekonomian
dan mempermudah kehidupan manusia dengan produk-produk yang dibuat mereka pada
pabriknya, namun orang-orang kapitalis enggan peduli, terhadap lingkungan,
bahkan mereka membuat pipa pembuangan limbah yamg sangat berbahaya didalam
tanah agar tidak diketahui oleh instansi yang mengurusi hal itu. Lalu langsung
membuangnya saja., tanpa diolah terlebih dahulu. Lalu dari halyang kecil
seperti membuang sampah pada tempatnya saja masih berat hati dilakukan oleh
manusia modern. Negeri ini masih buta dan perlu dibukakan matanya. Alis
termenung lama sekali, sehinggaia teringat dengan kehiupannya sewaktu sd
dikota, oramg-orang yang tak sayang kepada alam pemberian Tuhan yang maha Esa.
“
Jadi aku bisa meminta bantuan? “
Alis
langsung bangun dari lamunannya dan segera bertanya kembali kepada bumi.
“
Apa yang saat ini kau rasakan, dan apa yang harus aku lakukan ? “ Tanya Alis
dengan mata yang memandang ke atas langit dan mencoba tenang.
“
Buat mereka sadar dan peduli padaku, buat mereka mencintaiku dan mau
mengembalikan aku seperti dulu “ Jawab bumi dengan nada yang tegar dan berharap
bisa diwujudkan keinginannya itu oleh Alis.
“
Baiklah akan ku coba, aku akan lebih
mendekati orang-orang yang tak mau tahu tentangmu. Aku akan berusaha “
“
Terima kasih teman, hanya Tuhanlah yang akan membalasmu”
“
Amien, terima kasih atas kepercayaanmu padaku “
Mereka berdua terdiam kembali. Pikiran
Alis merencanakan aksi-aksi yang nantinya akan ia lakukan.Malam semakin larut
danAlis berpamitan kepada Bumi dan bumi juga mengucapkan salam perpisahan untuk
nantinya dapat berbincang-bincang kembali .Alit berjalan menuju depan rumahnya
dan mulai menyusun suatu rencana.
Kalender matahari terus berganti
lembaran baru.Tahun-tahun bertanbah angkanya, menjadikan usia bumi semakin tua
renta.Alis sudahmenjadi pemuda yang dewasa, tampan dan mumpuni. Ia melakukan
banyak lokakarya dan menggalakkan peduli lingkungan bersama lembaga daya dukung
alam. Perdebatan sengit antara pemerintah, kaum kapitalis, penduduk lokal yang
agresif sering terjadi di lokakaryanya. Akhirnya dari semua
perdebatan-perdebatan itu Alis menjadi pemenangnya. Pidatonya yangdidukung
fakta dan keadaan yang nyata berhasil membuat pemerintah tak berkutik,
undang-undang lingkungan yang baru, sanksi yang berat bagi pelanggar akan di
berlakukan, dan reboisasi, penghijauan, taman kota, peremajaan hutan,
pelarangan ilegal loging, sudah menjadi rencana program pemerintah pusat dan
harus di patuhi oleh semua penduduk dan wilayah-wilayah di bawahny. Ya sekali
lagi Alis adalah pemenang dari semua ini dan Bumi tersenyum kembali, semua
bahagia dan merasakan manfaat greenway, indonesia hijau.
“
Kau hebat, aku bisa bernafas segar dan bahagia sekali “
“
Tentu aku baik-baik saja “