MATERI
BAHASA INDONESIA KELAS 11 ( PANTUN DAN PUISI )
Pantun merupakan
salah satu jenis puisi lama yang sangat luas
dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti “petuntun”.
Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal
sebagaipaparikan,
dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa).
Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan),
setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir
dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun
pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang
tertulis.
Semua
bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris
pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat
pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang
menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir
merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan
bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina
merupakan pantun “versi pendek” (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah
“versi panjang” (enam baris atau lebih).
PERAN
PANTUN
Sebagai
alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan
kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang
makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa
suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
Secara
sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di
kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun
menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.
Namun demikian,
secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.
STRUKTUR
PANTUN
Menurut
Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama
untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena
pantun merupakan sastra lisan.
Meskipun
pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran
membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:
Air dalam bertambah
dalam
Hujan di hulu belum
lagi teduh
Hati dendam
bertambah dendam
Dendam dahulu belum
lagi sembuh
Beberapa
sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya.
Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata.
Namun aturan ini tak selalu berlaku.
JENIS-JENIS
PANTUN
PANTUN
ADAT
Menanam
kelapa di pulau Bukum
Tinggi
sedepa sudah berbuah
Adat
bermula dengan hukum
Hukum
bersandar di Kitabullah
Ikan
berenang lubuk
Ikan
belida dadanya panjang
Adat
pinang pulang ke tampuk
Adat
sirih pulang ke gagang
Lebat
daun bunga tanjung
Berbau
harum bunga cempaka
Adat
dijaga pusaka dijunjung
Baru
terpelihara adat pusaka
Bukan
lebah sembarang lebah
Lebah
bersarang di buku buluh
Bukan
sembah sembarang sembah
Sembah
bersarang jari sepuluh
Pohon
nangka berbuah lebat
Bilalah
masak harum juga
Berumpun
pusaka berupa adat
Daerah
berluhak alam beraja
PANTUN
AGAMA
Banyak
bulan perkara bulan
Tidak
semulia bulan puasa
Banyak
tuhan perkara tuhan
Tidak
semulia Tuhan Yang Esa
Daun
terap di atas dulang
Anak
udang mati di tuba
Dalam
kitab ada terlarang
Yang
haram jangan dicoba
Bunga
kenanga di atas kubur
Pucuk
sari pandan Jawa
Apa
guna sombong dan takabur
Rusak
hati badan binasa
Asam
kandis asam gelugur
Ketiga
asam si riang-riang
Menangis
mayat di pintu kubur
Teringat
badan tidak sembahyang
PANTUN
BUDI
Bunga
cina di atas batu
Daunnya
lepas ke dalam ruang
Adat
budaya tidak berlaku
Sebabnya
emas budi terbuang
Di
antara padi dengan selasih
Yang
mana satu tuan luruhkan
Diantara
budi dengan kasih
Yang
mana satu tuan turutkan
Apa
guna berkain batik
Kalau
tidak dengan sujinya
Apa
guna beristeri cantik
Kalau
tidak dengan budinya
Sarat
perahu muat pinang
Singgah
berlabuh di Kuala Daik
Jahat
berlaku lagi dikenang
Inikan
pula budi yang baik
Anak
angsa mati lemas
Mati
lemas di air masin
Hilang
bahasa karena emas
Hilang
budi karena miskin
Biarlah
orang bertanam buluh
Mari
kita bertanam padi
Biarlah
orang bertanam musuh
Mari
kita menanam budi
Ayam
jantan si ayam jalak
Jaguh
siantan nama diberi
Rezeki
tidak saya tolak
Musuh
tidak saya cari
Jikalau
kita bertanam padi
Senanglah
makan adik-beradik
Jikalau
kita bertanam budi
Orang
yang jahat menjadi baik
Kalau
keladi sudah ditanam
Jangan
lagi meminta balas
Kalau
budi sudah ditanam
Jangan
lagi meminta balas
PANTUN
JENAKA
Pantun
Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar,
terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang
penuh keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun
jenaka diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. Contoh:
Di
mana kuang hendak bertelur
Di
atas lata di rongga batu
Di
mana tuan hendak tidur
Di
atas dada di rongga susu
Elok
berjalan kota tua
Kiri
kanan berbatang sepat
Elok
berbini orang tua
Perut
kenyang ajaran dapat
Sakit
kaki ditikam jeruju
Jeruju
ada di dalam paya
Sakit
hati memandang susu
Susu
ada dalam kebaya
Naik
ke bukit membeli lada
Lada
sebiji dibelah tujuh
Apanya
sakit berbini janda
Anak
tiri boleh disuruh
Orang
Sasak pergi ke Bali
Membawa
pelita semuanya
Berbisik
pekak dengan tuli
Tertawa
si buta melihatnya
Jalan-jalan
ke rawa-rawa
Jika
capai duduk di pohon palem
Geli
hati menahan tawa
Melihat
katak memakai helm
Limau
purut di tepi rawa,
buah
dilanting belum masak
Sakit
perut sebab tertawa,
melihat
kucing duduk berbedak
jangan
suka makan mentimun
karna
banyak getahnya
hai
kawan jangan melamun
melamun
itu tak ada gunanya
PANTUN
KEPAHLAWANAN
Pantun
kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan
Adakah
perisai bertali rambut
Rambut
dipintal akan cemara
Adakah
misai tahu takut
Kamipun
muda lagi perkasa
Hang
Jebat Hang Kesturi
Budak-budak
raja Melaka
Jika
hendak jangan dicuri
Mari
kita bertentang mata
Kalau
orang menjaring ungka
Rebung
seiris akan pengukusnya
Kalau
arang tercorong kemuka
Ujung
keris akan penghapusnya
Redup
bintang haripun subuh
Subuh
tiba bintang tak nampak
Hidup
pantang mencari musuh
Musuh
tiba pantang ditolak
Esa
elang kedua belalang
Takkan
kayu berbatang jerami
Esa
hilang dua terbilang
Takkan
Melayu hilang di bumi
PANTUN
KIAS
Ayam
sabung jangan dipaut
Jika
ditambat kalah laganya
Asam
di gunung ikan di laut
Dalam
belanga bertemu juga
Berburu
ke padang datar
Dapatkan
rusa belang kaki
Berguru
kepalang ajar
Bagaikan
bunga kembang tak jadi
Anak
Madras menggetah punai
Punai
terbang mengirap bulu
Berapa
deras arus sungai
Ditolak
pasang balik ke hulu
Kayu
tempinis dari kuala
Dibawa
orang pergi Melaka
Berapa
manis bernama nira
Simpan
lama menjadi cuka
Disangka
nenas di tengah padang
Rupanya
urat jawi-jawi
Disangka
panas hingga petang
Kiranya
hujan tengah hari
PANTUN
NASIHAT
Kayu
cendana di atas batu
Sudah
diikat dibawa pulang
Adat
dunia memang begitu
Benda
yang buruk memang terbuang
Kemuning
di tengah balai
Bertumbuh
terus semakin tinggi
Berunding
dengan orang tak pandai
Bagaikan
alu pencungkil duri
Parang
ditetak ke batang sena
Belah
buluh taruhlah temu
Barang
dikerja takkan sempurna
Bila
tak penuh menaruh ilmu
Padang
temu padang baiduri
Tempat
raja membangun kota
Bijak
bertemu dengan jauhari
Bagaikan
cincin dengan permata
Ngun
Syah Betara Sakti
Panahnya
bernama Nila Gandi
Bilanya
emas banyak di peti
Sembarang
kerja boleh menjadi
Jalan-jalan
ke Kota Blitar
jangan
lupa beli sukun
Jika
kamu ingin pintar
belajarlah
dengan tekun
PANTUN
PERCINTAAN
Coba-coba
menanam mumbang
Moga-moga
tumbuh kelapa
Coba-coba
bertanam sayang
Moga-moga
menjadi cinta
Jangan
suka bermain tali
Kalau
tak ingin terikat olehnya
Putus
cinta jangan disesali
Pasti
kan datang cinta yang lainnya
Limau
purut lebat di pangkal
Sayang
selasih condong uratnya
Angin
ribut dapat ditangkal
Hati
yang kasih apa obatnya
Ikan
belanak hilir berenang
Burung
dara membuat sarang
Makan
tak enak tidur tak tenang
Hanya
teringat dinda seorang
Anak
kera di atas bukit
Dipanah
oleh Indera Sakti
Dipandang
muka senyum sedikit
Karena
sama menaruh hati
Ikan
sepat dimasak berlada
Kutunggu
digulai anak seberang
Jika
tak dapat di masa muda
Kutunggu
sampai beranak seorang
Kalau
tuan pergi ke Tanjung
Kirim
saya sehelai baju
Kalau
tuan menjadi burung
Sahaya
menjadi ranting kayu.
Kalau
tuan pergi ke Tanjung
Belikan
sahaya pisau lipat
Kalau
tuan menjadi burung
Sahaya
menjadi benang pengikat
Kalau
tuan mencari buah
Sahaya
pun mencari pandan
Jikalau
tuan menjadi nyawa
Sahaya
pun menjadi badan.
PANTUN
PERIBAHASA
Berakit-rakit
ke hulu
Berenang-renang
ke tepian
Bersakit-sakit
dahulu
Bersenang-senang
kemudian
Ke
hulu memotong pagar
Jangan
terpotong batang durian
Cari
guru tempat belajar
Jangan
jadi sesal kemudian
Kerat
kerat kayu di ladang
Hendak
dibuat hulu cangkul
Berapa
berat mata memandang
Barat
lagi bahu memikul
Harapkan
untung menggamit
Kain
di badan didedahkan
Harapkan
guruh di langit
Air
tempayan dicurahkan
Pohon
pepaya di dalam semak
Pohon
manggis sebasar lengan
Kawan
tertawa memang banyak
Kawan
menangis diharap jangan
PANTUN
PERPISAHAN
Pucuk
pauh delima batu
Anak
sembilang di tapak tangan
Biar
jauh di negeri satu
Hilang
di mata di hati jangan
Bagaimana
tidak dikenang
Pucuknya
pauh selasih Jambi
Bagaimana
tidak terkenang
Dagang
yang jauh kekasih hati
Duhai
selasih janganlah tinggi
Kalaupun
tinggi berdaun jangan
Duhai
kekasih janganlah pergi
Kalaupun
pergi bertahun jangan
Batang
selasih mainan budak
Berdaun
sehelai dimakan kuda
Bercerai
kasih bertalak tidak
Seribu
tahun kembali juga
Bunga
Cina bunga karangan
Tanamlah
rapat tepi perigi
Adik
di mana abang gerangan
Bilalah
dapat bertemu lagi
Kalau
ada sumur di ladang
Bolehlah
kita menumpang mandi
Kalau
ada umurku panjang
Bolehlah
kita bertemu lagi
PANTUN
TEKA-TEKI
Kalau
tuan bawa keladi
Bawakan
juga si pucuk rebung
Kalau
tuan bijak bestari
Binatang
apa tanduk di hidung?
Beras
ladang sulung tahun
Malam
malam memasak nasi
Dalam
batang ada daun
Dalam
daun ada isi
Terendak
bentan lalu dibeli
Untuk
pakaian saya turun ke sawah
Kalaulah
tuan bijak bestari
Apa
binatang kepala di bawah ?
Kalau
tuan muda teruna
Pakai
seluar dengan gayanya
Kalau
tuan bijak laksana
Biji
di luar apa buahnya
Tugal
padi jangan bertangguh
Kunyit
kebun siapa galinya
Kalau
tuan cerdik sungguh
Langit
tergantung mana talinya?
PUISI
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió)
= I create) adalah seni tertulis di manabahasa digunakan
untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada segi
estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah
yang membedakan puisi dari prosa.
Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki
pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi
sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas.
Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang
lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada
puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut
merupakan salah satu cara penulis untuk
menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu
kata/suku kata yang
terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut
menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala
‘keanehan’ yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam
menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru
Namun beberapa
kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin
memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu
‘pemadatan kata’. Kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan
lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut.
Di dalam puisi juga
biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu
semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah sarkasme yaitu
sindiran langsung dengan kasar.
Di beberapa daerah
di Indonesia puisi juga sering
dinyanyikan dalam bentuk pantun.
Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
Hal-hal membaca
puisi
Hal- hal yang perlu
diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:
Ketepatan
ekspresi/mimik
Ekpresi adalah
pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka.
Kinesik yaitu gerak
anggota tubuh.
Kejelasan
artikulasi
Artikulasi yaitu
ketepatan dalam melafalkan kata- kata.
Timbre yaitu warna
bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
Dinamik artinya
keras lembut, tinggi rendahnya suara.
Intonasi atau lagu
suara
Dalam sebuah puisi,
ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut :
1.
Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata- kata yang dianggap penting.
2.
Tekanan nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi
menggambarkan keriangan, marah, takjud, dan sebagainya. Suara rendah
mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
3.
Tekanan tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
Unsur-unsur puisi
Unsur-unsur puisi
meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi
Struktur fisik
puisi terdiri dari:
Perwajahan puisi (tipografi),
yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi
kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat
menentukan pemaknaan terhadap puisi.
Diksi,
yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena
puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan
banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan
kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan
urutan kata.
Imaji,
yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba
atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan
melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Kata konkret, yaitu
kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji.
Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret
“salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata
kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi,
kehidupan, dll.
Gaya bahasa,
yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi
prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa
disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi,sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks,satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
Rima/Irama adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima
mencakup:
1. Onomatope (tiruan
terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.),
2.
Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal,
sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan
sebagainya
3.
Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras
lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Struktur batin
puisi terdiri dari
Tema/makna
(sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan
makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun
makna keseluruhan.
Rasa (feeling),
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,
kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
Nada (tone),
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan
rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja
kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
Amanat/tujuan/maksud
(itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca
Jenis-jenis puisi
Menurut zamannya,
puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru
Puisi lama adalah
puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
Jumlah kata dalam 1
baris
Jumlah baris dalam
1 bait
Persajakan (rima)
Banyak suku kata
tiap baris
Irama
Ciri puisi lama:
Merupakan puisi
rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
Disampaikan lewat
mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Sangat terikat oleh
aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi
lama
Mantra adalah
ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum
putri satulung besar
Yang beralun berilir
simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul
rambutmu
Aku membawa sadap
gading
Akan membasuh
mukamu
Pantun adalah
puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari
8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi.
Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Kalau ada jarum
patah
Jangan dimasukkan
ke dalam peti
Kalau ada kataku
yang salah
Jangan dimasukkan
ke dalam hati
Karmina adalah pantun kilat seperti
pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang
sekarang besi (a)
Dahulu sayang
sekarang benci (a)
Seloka adalah
pantun berkait.
Contoh:
Lurus jalan ke
Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal
jalan
Di mana hati tak
kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Gurindam adalah
puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang
siasat (a)
Tentu dirimu akan
tersesat (a)
Barangsiapa
tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada
bertiang (b)
Jika suami tiada
berhati lurus (c)
Istri pun kelak
menjadi kurus (c)
Syair adalah
puisi yang bersumber dari Arab dengan
ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh:
Pada zaman dahulu
kala (a)
Tersebutlah sebuah
cerita (a)
Sebuah negeri yang
aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja
nan bijaksana (a)
Talibun adalah
pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke
pekan
Yu beli belanak pun
beli sampiran
Ikan panjang beli
dahulu
Kalau anak pergi
berjalan
Ibu cari sanak pun
cari isi
Induk semang cari
dahulu
Puisi baru
Puisi baru
bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku
kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi
Baru:
Bentuknya rapi,
simetris;
Mempunyai
persajakan akhir (yang teratur);
Banyak
mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
Sebagian besar
puisi empat seuntai;
Tiap-tiap barisnya
atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
Tiap gatranya
terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis puisi
baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
Balada adalah
puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait,
masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b.
Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait
pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi
karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
Himne adalah
puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air,
atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu pujian
untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater(Pemandu
di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne
diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang
dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang
keras dan bisu
Mengagungkan
nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita
pada lekuk dan liku
bawah sayatan
khianat dan dusta.
Dengan hikmat
selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah
dari tangan dan kaki
dari mahkota duri
dan membulan paku
Yang dikarati oleh
dosa manusia.
Tanpa luka-luka
yang lebar terbuka
dunia kehilangan
sumber kasih
Besarlah mereka
yang dalam nestapa
mengenal-Mu
tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
Ode adalah
puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi
(metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak
gunung fantasi
Berdiri aku, dan
dari sana
Mandang ke bawah,
ke tempat berjuang
Generasi sekarang
di panjang masa
Menciptakan
kemegahan baru
Pantun keindahan
Indonesia
Yang jadi
kenang-kenangan
Pada zaman dalam
dunia
(Asmara Hadi)
Epigram adalah puisi yang berisi
tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunaniepigramma yang berarti unsur pengajaran;
didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar;
ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada
tempat berdiri
Sikap lamban
berarti mati
Siapa yang
bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu
sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
Romansa adalah
puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa PerancisRomantique yang berarti keindahan perasaan;
persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
Elegi adalah puisi yang berisi
ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka
atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian
seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan
Kecil
Ini kali tidak ada
yang mencari cinta
di antara gudang, rumah
tua, pada cerita
tiang serta temali.
Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri
dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat
kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram,
desir hari lari berenang
menemu bujuk
pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan
air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku
sendiri. Berjalan
menyisir
semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di
ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai
keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Satire adalah
puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang
berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu
golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi
pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat
penyair-penyair salon,
yang bersajak
tentang anggur dan rembulan,
sementara
ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta
kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl
kaki dewi kesenian.
Sedangkan
macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya
terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan
cari akal
Berkali-kali kita
jatuh
Kembali berdiri
jangan mengeluh
Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri
atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan
bahagia datang
Tersenyum bagai
kencana
Mengharum bagai
cendana
Dalam bah’gia cinta
tiba melayang
Bersinar bagai
matahari
Mewarna bagaikan
sari
Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri
atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang
jua
Kenangan masa
lampau
Menghilang muncul
jua
Yang dulu sinau
silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu
rindu-sendu
Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya
terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya
katakan
Kepada tuan
Yang pernah
merasakan
Satu-satu
kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya
kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah
gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya
nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan
menerima kenyataan
(Or. Mandank)
Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya
terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah
tengah malam
Angin berhenti dari
bernapas
Sukma jiwaku rasa
tenggelam
Dalam laut tidak
terwatas
Menangis hati
diiris sedih
(Ipih)
Septime, adalah puisi yang tiap baitnya
terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia Tumpah
Darahku
Duduk di pantai
tanah yang permai
Tempat gelombang
pecah berderai
Berbuih putih di
pasir terderai
Tampaklah pulau di
lautan hijau
Gunung gemunung
bagus rupanya
Ditimpah air mulia
tampaknya
Tumpah darahku
Indonesia namanya
Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya
terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang
melayang perlahan
Serasa bermimpi,
serasa berangan
Bertambah lama,
lupa di diri
Bertambah halus
akhirnya seri
Dan bentuk menjadi
hilang
Dalam langit biru
gemilang
Demikian jiwaku
lenyap sekarang
Dalam kehidupan
teguh tenang
Soneta, adalah puisi yang terdiri atas
empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing
empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari
kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti
suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari
negeri Belandadiperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap
sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi
tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai
kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah
barisnya (empat belas baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta
‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu
dendang ( b )
Seorang saja di
tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka
kepala ( a )
Beginilah nasib
anak gembala ( a )
Berteduh di bawah
kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi
meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di
senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup
sampai ( a )
Terdengar olehku
bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan
molek permai ( a )
Wahai gembala di
segara hijau ( c )
Mendengarkan
puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku
menurutkan dikau ( c )
Puisi kontemporer
Kata kontemporer secara
umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu
menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer
dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi
kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi
kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa,
memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata
simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya
tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh puisi
kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
Sutardji Calzoum
Bachri dengan
tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
Ibrahim Sattah dengan kumpulan
puisinya Hai Ti
Hamid Jabbar dengan kumpulan
puisinya Wajah Kita
Puisi kontemporer
dibedakan menjadi 3 yaitu
Puisi mantra adalah puisi yang mengambil
sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum
Bachri adalah
orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
1.
Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang
disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
2.
Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
3.
Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu
terletak pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang
pong
pong pong bilang
ping
mau pong? bilang
ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang
pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya
ping
ya tak ping ya tak
pong
sembilu jarakMu
merancap nyaring
Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang
tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan
yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam
majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak,
dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado,
lembar tersebut diberi nama “Puisi Mbeling”. Kata-kata dalam puisi mbeling
tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri
puisi mbeling adalah:
1.
Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa
bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar
tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seseorang lupa
menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia
bermimpi
Ada sikat gigi
menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia bangun
pagi hari
Sikat giginya
tinggal sepotong
Sepotong yang
hilang itu agaknya
Tersesat di dalam
mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat
bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
1.
Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan
pemerintahan.
2.
Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap
puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang
mengkritik puisi.
Puisi konkret adalah puisi yang disusun
dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar
tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media.
Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan
benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
Doktorandus Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus
berkampus
diatasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
Penyusunan puisi
kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan
beberapa unsur sebagai berikut:
Unsur bunyi;
meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada
tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau
pengulangan-pengulangannya.
Tipografi; meliputi
penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai
dengan gambar (pola) tertentu.
Enjambemen;
meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris
berikutnya.
Kelakar (parodi);
meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang
pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)