Halaman


KEAKTIFAN BERTANYA SISWA

MTs. SYAHID DORO



Dosen Pengampu Tri Susilowati, S.Pd.

Mata Kuliah Problematika BSI
  






Oleh
Taofiq Arrohman(pbsi sore)
0620064811


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2013



BAB I
PENDAHULUAN

     A. Latar Belakang
                 Mata pelajaran bahasa terutama Bahasa Indonesia, harus mengetehui tujuan terlebih dahulu yaitu mengarahkan dan membimbing anak didik agar terampil berbahasa dengan baik secara lisan maupun secara tertulis. Semua bentuk pengungkapan ide secara lisan seperti tanya jawab, berbicara, pidato, ceramah, percakapan, disebut keterampilan berbicara atau komunikasi lisan. Agar pembicara mudah dipahami dan tidak menimbulkan kasalahann serta tidak meragukan, maka peru disertai lagu, serta pelafalan yang tepat.
                 Pada umumnya berbicara merupakan perbuatan menghasilkan bahasa untuk komunikasi dan hal ini merupakan salah satu keterampilan yang mendasar, dalam mempelajari bahasa. Sedangkan yang dimaksud wicara adalah kontinum bunyi bahasa yang depergunakan untuk berkomunikasi. Selama pelajaran berlangsung, siswa ikut serta secara aktif dalam pembahasan materi yang diberikan oleh Guru. Pertanyaan yang berkaitan dengan isi pelajaran atau juga pengalaman yang dihayati dengan tanya jawab itu, pelajaran akan lebih mendalam dan meluas. Adanya teknik tanya jawab yang dilakukan oleh guru bertujuan agar siswa dapat mengerti, atau mengingat terhadap fakta-fakta yang dipelajari, didengar ataupun dibaca, sehingga memiliki pemahaman yang mendalam terhadap fakta tersebut.
                 Dengan adanya tanya jawab diharapkan dapat menjelaskan langkah -langkah berpikir atau proses yang ditempuh dalam memecahkan soal atau masalah sehingga dapat menjawab soal atau masalah dengan benar dan tepat. Penggunaan teknik tanya jawab juga dilakukan oleh guru guna meneliti sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi atau masalah yang dihadapi. Pada hakikatnya melalui bertanya kita akan mengetahui dan mendapatkan informasi tentang apa saja yang ingin kita ketahui. Dikaitkan dengan proses pembelajaran maka kegiatan bertanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa ini menunjukan adanya interaksi di kelas yang dinamis dan multi arah. Keterampilan bertanya ini mutlak harus dikuasai oleh guru baik itu guru pemula maupun yang sudah profesional karena dengan mengajukan pertanyaan baik guru maupun siswa akan mendapatkan umpan balik dari materi serta juga dapat menggugah perhatian siswa atau peserta. Keaktifan siswa di MTs. SYAHID DORO masih kurang hal ini terlihat pada saat proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kurang adanya tanggapan dan minat bertanya siswa. Sikap tersebut menyebabkan pembelajaran Bahasa Indonesia berjalan kurang efektif.

B. Rumusan Masalah
                 Berdasarkan latar belakang di atas muncul dua masalah.
1. Bagaimana ketrampilan berbicara yang baik dan benar?
2. Bagaimana kapasifan bertanya siswa di MTs SYAHID DORO?

C. Tujuan Penelitian
                 Penelitian yang berjudul “KEAKTIFAN BERTANYA SISWA MTs. SYAHID DORO” ini memiliki tujuan adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi keterampilan berbicara yang baik dan benar.
2. Mengidenifikasi kapasifan bertanya siswa di MTs SYAHID DORO.

D. Manfaat Penelitian
                 Ada dua manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini.
1. Manfaat Teoritis
                 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu bahasa dan pendidikan.

2. Manfaat Praktis
a.  Bagi siswa SMP/sederajat, untuk menambah pengetahuan siswa mengenai keterampilan berbicara yang baik dan benar.
b. Bagi guru, untuk menambah pengalaman dan ilmu dalam pembelajaran.
c. Bagi peneliti, untuk mengetahui keterampilan berbicara yang baik dan          benar pada siswa di MTs. SYAHID DORO.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
     1. Hakikat Berbicara
               Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Siswa harus menguasai keempat aspek tersebut agar terampil berbahasa. Dengan demikian, pembelajaran keterampilan berbahasa di sekolah tidak hanya menekankan pada teori saja, tetapi siswa dituntut untuk mampu menggunakan bahasa sebagaimana fungsinya, yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi. Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya (Tarigan, 1986:86). Keterampilan ini bukanlah suatu jenis keterampilan yang dapat diwariskan secara turun temurun walaupun pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Namun, keterampilan berbicara secara formal  memerlukan latihan dan pengarahan yang intensif. Stewart dan Kennert Zimmer (Haryadi dan Zamzani, 1997:56) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan  setiap individu maupun kelompok.  Siswa yang mempunyai keterampilan berbicara yang baik, pembicaraannya akan lebih mudah dipahami oleh penyimaknya. Berbicara menunjang keterampilan membaca dan menulis. Menulis dan berbicara  mempunyai kesamaan yaitu sebagai kegiatan produksi bahasa dan bersifat menyampaikan informasi. Kemampuan siswa dalam berbicara juga akan bermanfaat dalam kegiatan menyimak dan memahami bacaan.
Pentingnya keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi juga diungkapkan oleh Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antar individu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu  menggunakan bahasa untuk membuat  pertanyaan-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut memudahkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain. Pentingnya penguasaan keterampilan berbicara untuk siswa Sekolah Dasar juga dinyatakan oleh Farris (Supriyadi, 2005:179) bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting dikuasai siswa agar mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis dan menyimak. Kemampuan berpikir mereka akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, mengklarifikasikan dan menyederhanakan pikiran, perasaan dan ide kepada orang lain secara lisan.

B. Pembahasan
     1.    Keterampilan Berbicara yang Baik dan Benar.
                     Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau untuk menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan (Brown dan Yule, 1983). (Santosa: 626) menyatakan bahwa berbicara sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial karena berbicara merupakaan suatu bentuk perilaku manusia yang menanfaatkan factor-faktor fisik, psikologi, neurologis dan linguistik secara luas. Seseorang dapat membaca atau menulis secara mandiri, dapat menyimak siaran radio sendiri. Tetapi, sangatlah jarang, orang melakukan kegiatan berbicara sendiri tanpa hadirnya orang kedua sebagai pemerhati atau penyimak. Oleh karena itu, Valette (1977) berpendapat bahwa berbicara merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat sosial.
     
Klasifikasi Berbicara
               Klasifikasi berbicara dapat dilakukan dengan berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampaiannya dan jumlah pendengarnya. Rinciannya adalah sebagai berikut.
      a. Berbicara Berdasarkan Tujuaannya
                      1)      Berbicara Memberitahukan, Melaporkan  dan     Menginformasikan.
kegiataan berbicara seperti ini sering dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari.
       2)    Berbicara Menghibur
Berbicara untuk menghibur biasannya dilakukan oleh para pelawak dalam suatu pentas.
3)   Berbicara Membujuk, Mengajak, Meyakinkan Atau Menggerakkan.
Berbicara untuk tujuan membujuk, mengajak, meyakinkan atau menggerakkan dilakukan jika seseorang ingin membangkitkan inspirasi, kemauan atau membangkitkan semangat belajar siswanya melalui nasihat-nasihat. Kegiatan berbicara seperti ini termasuk kegiatan berbicara untuk mengajak atau membujuk.
      b.     Berbicara Berdasarkan Situasinya.
      1)    Berbicara Formal
Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Misalnya ceramah atau wawancara.
      2)   Berbicara Informal
Dalam situasi informal, pembicara harus berbicara secara tidak formal, pembicara hendaknya bersikap rileks, santun dan tenang, misalnya bertelepon.
      c.      Berbicara Berdasarkan Cara Penyampaiaanya.
      1)   Berbicara Mendadak
Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di muka umum.
      2)   Berbicara Berdasarkan Catatan
Pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai meteri pembicaraannya sebelum tampil di muka umum.
      3)   Berbicara Berdasarkan Hafalan
Pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya.
      4)   Berbicara Berdasarkan Naskah
 Penyampaian dari naskah biasanya dilaksanakan pada saat-saat yang sangat penting dan sering kali digunakan untuk siaran-siaran radio atau televisi (Tarigan, 1981:25).
d.      Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengarnya
1)   Berbicara Antar Pribadi
 Berbicara antar pribadi jika dua orang berbicara sesuatu.
2)   Berbicara dalam Kelompok Kecil
 Pembicaraan seperti ini terjadi antara pembicara dengan   kelompok kecil pendengar (3-5 orang)
3)   Berbicara dalam Kelompok Besar
Jenis pembicara seperti ini terjadi bila pembicara menghadapi pendengar yang berjumlah besar.
      Pendekatan dalam Pembelajaran Berbicara
Istilah pembelajaran erat kaitannya dengan belajar. Pembelajaran disebut juga kegiatan instruksional saja, yaitu usaha untuk mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang belajar berperilaku tertentu dalam kondisi tertentu. Pembelajaran menurut Djojosuroto (2005:63) adalah interaksi mengajar dan belajar. Pembelajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi pengajar dan pembelajaran. Diantara keduannya terdapat hubungan atau komunikasi interaktif. Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa agar siswa dapat berbicara dengan baik, dibutuhkan suatu pembelajaran berbicara yang efektif dibutuhkan suatu pendekatan yang relefan yaitu pendekataan komunikatif. Selama ini dalam pembelajaran berbicara di sekolah guru menggunakan ceramah, diskusi dan penugasaan. Dalam pembelajaran tugas tersebut guru memberikan tugas kepada siswa untuk berbicara dengan tema ditentukan oleh guru atau siswa menentukan sendiri dan waktu yang terbatas. Pembatasan waktu tersebut menjadikan siswa tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru yaitu berbicara.
Dengan pendekatan komutatif dapat membantu untuk mengungkapkan idea tau gagasannya. Keterampilan berbicara harus dikuasai oleh para siswa  Sekolah Menengah karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di Sekolah Dasar. Keberhasilan  belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara mereka. Siswa yang tidak mampu  berbicara dengan baik dan benar akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Menurut pandangan  whole language berbicara tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan teresebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak selalu melibatkan keempat keterampilan berbahasa sekaligus, melainkan  dapat hanya menggabungkan  dua keterampilan berbahasa saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna.
Menurut Badudu (1993:131) pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia  dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas masih terkesan bahwa guru terlalu banyak menyuapi materi,  guru  kurang mengajak  siswa untuk lebih   aktif  menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Proses  pembelajaran di kelas yang tidak relevan  dengan yang diharapkan,  mengakibatkan kemampuan berbicara siswa menjadi  rendah.  Salah satu alternatif yang dapat dilakukan  dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa Sekolah Menengah  adalah  penerapan  pendekatan pengalaman berbahasa dalam pembelajaran berbicara siswa Sekolah Menengah. Menurut Nurgiyantoro (1995:276) berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan  akhirnya terampil berbicara. Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan, serta perasaan (Tarigan, 1983:14)
                       Berbicara merupakan suatu instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir secara langsung apakah pembicara memahami atau tidak baiknya bahan pembicaraan maupun penyimaknyan, apakah dua bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak. Tujuan berbicara adalah untuk berkomunikasi agar dapat menyampaikan secara efektif, maka seharusnya pembaca memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Pembaca harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perseorangan. Pada dasarnya pembicaran mempunyai tiga maksud umum, yaitu.
1. memberi tahukan, melaporkan
2. menghibur, menjamu
3. membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan.
              Selanjutnya perlu kita pahami beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain.
1.      Paling sedikit membutuhkan dau orang. Tentu saja pembicara dapat dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering terjadi, misalnya oleh orang yang sedang mempelajari bunyi-bunyi bahasa beserta maknanya, atau oleh orang yang meninjau pernyataan atau oleh orang yang memukul jarinya dengan palu.
2.      Mempergunakan satu sandi linguistic yang dapat dipahami bersama. Bahkan andai kata pun digunakan dua bahasa namun saling pengertian, pemahaman bersama itu tidak pentingnya.
3.      Menerima atau mengakui satu daerah referensi umum. Daerah referensi umum mungkin tidak mudah dikenal, namun pembicaraan menerima kecenderungan menemukan satu diantaranya.
4.      Merupakan satu pertukaran satu partisipan. Kedua pihak partisipasinya yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
5.      Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Pelaku lisan pembicara selalu meghubungkan dengan respons yang nyata atau yang diharapkan dari penyimak dan sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat timbal balik atau dua arah.
Syarat agar pembicara berhasil dalam membawakan pembicaraan, maka perlu memperhatikan ekspresi fisik, ucapan dan lagu.
1.      Ekspresi fisik berupa sikap dan mimik
2.      Ekspresi ucapan berupa pelafalan kata yang tepat
3.      Ekspresi lagu meliputi tinggi rendahya kalimat ujaran, lembut kerasnya kalimat ujaran, cepat lambatnya suara, jeda dan kesenyapan.
Ekspresi fisik sangat berguna, terutama mambantu pembicaraan sehingga orang yang diajak berbicara mudah menangkap dan memahami maksud. Demikinan juga ekspresi ucapan yang melafalkan kata secara tepat. Vokal dan konsonan yang terdapat pada kata-kata harus diafalkan tepat dan jelas, supaya tidak menimbulkan salah tafsir. Ekspresi lagu jelas penting, karena tadak ada kalaimat tanpa lagu. Ketiga ekspresi tersebut dapat dikatakan ekspresi pokok dalam berbicara karena apabila seorang pembicara yang tidak dapat mengekspresikan baik ekspresi fisik, ucapan dan lagu, maka akan kelihatan janggal dan kemungkinan apa yang dibicarakan sulit dipahami oleh lawan bicara. Tujuan yang seharusnya kita capai dalam berbicara mandiri adalah membutuhkan kemauan dan kemampuan pribadi agar sanggup bertutur berbicara secara lancar dengan menggunakan kalimat yang tepat, sopan dan benar dalam penerapan perangkat kalimat. Sehubungan dengan itu maka semua jenis kegiatan latihan yang berhubungan dengan pembinaan berbicara seharusnya berupa perbuatan lisan yang fungsional dan praktis.
              2.       Kepasifan Bertanya Siswa di MTs. SYAHID DORO
            Siswa adalah inti dari proses belajar mengajar. Suatu pengajaran akan berjalan dengan baik apabila siwa berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran siswa mempunyai kontribusi keaktifan lebih besar dibandingkan seorang guru, misalnya saja siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Partisipasi aktif siswa dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari, dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa partisipasi aktif ini harus dapat diterapkan oleh siswa dalam setiap bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional, dan fisik juga dibutuhkan.
            Siswa berperan aktif sebagai partisipan dalam proses belajar mengajar. keaktifan siswa dapat didorong oleh peran guru. Guru berupaya untuk memberi kesempatan siswa untuk aktif, baik aktif mencari, memproses dan mengelola perolehan belajarnya. Untuk dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar guru dapat melakukannya dengan keaktifan secara langsung siswa baik secara individual maupun kelompok, penciptaan peluang yang mendorong siswa untuk melakukan eksperimen, upaya mengikutsertakan siswa atau memberi tugas kepada siswa untuk memperoleh informasi dari sumber luar kelas atau sekolah serta upaya melibatkan siswa dalam merangkum atau menyimpulkan pesan pembelajaran serta juga memberikan kesempatan kepada sisiwa untuk betanya mengenai materi pelajaran yang kurang paham.
            Keaktifan siswa hanya bisa dimungkinkan jika siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam proses pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar sebelumnya, para murid diharuskan tunduk dan patuh pada peraturan dan prosedur yang kaku yang justru membatasi keterampilan berfikir kreatif. Dalam belajar, anak-anak lebih banyak disuruh menghapal ketimbang mengeksplorasi, bertanya atau bereksperimen. Partisipasi aktif siswa sangat berpengaruh pada proses perkembangan berpikir, emosi, dan sosial. Keikutsertaan siswa dalam belajar, membuat anak secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan mengambil keputusan. Namun pembelajaran saat ini pun masih ada yang menggunakan metode belajar dimana siswa menjadi pasif seperti pemberian tugas, dan guru mengajar secara monolog, sehingga cenderung membosankan dan menghambat perkembangan aktivitas siswa.
            Kemampuan bertanya siswa terdiri dari tiga kata yaitu kemampuan, bertanya dan siswa. Kemampuan berasal dari kata mampu yang artinya ”sanggup melakukan sesuatu”. Bertanya merupakan “ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal. Respon yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan”. bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir. Kemampuan bertanya siswa di MTs. SYAHID DORO masih kurang, hal ini dikarenakan respons siswa terhadap materi yang disampaikan kurang dapat dipahami secara utuh. Kesempatan siswa yang diberikan untuk bertanya pun terletak dibagian akhir pelajaran, hal ini juga mengurangi kebiasaan-kebiasaan siswa untuk mengembangkan keterampilan bahasanya terutama keterampilan bertanya.
            Kepasifan dalam menyampaikan pendapat dan bertanya siswa ini juga terjadi karena kesadaran dari belajar itu kurang. Seorang siswa akan secara kritis terus belajar dan belajar apabila materi yang disampaikan belum dapat diterima dengan baik. Selain hal tersebut peran guru yang meliputi rangsanagan dan kesempatan serta strategi belajar ikut berpartisipasi dalam peran aktif siswa terhadap proses belajar.
           







BAB III
PENUTUP
            A. Simpulan
                   Keterampilan berbicara siswa seperti mampu bertanya dan mengungkapkan gagasan harus dibiasakan dan menjadi rutinitas dalam kegiatan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Keterampilan berbicara diatas memang tidaklah mudah dilakukan oleh siswa. Rangsangan dan respons dari pelaku belajar anatara guru dan peserta didik harus dapat  ditumbuhkembangkan agar kegiatan belajar mengajar menjadi aktif dan tidak membosankan. Kepasifan siswa di MTs. SYAHID DORO mengakibatkan peran guru dan keterlibatan siswa berjalan kurang maksimal. Ha ini dikarenakan siswa kurang mampu meanangkap materi pelajaran, begitupun sebaliknya rangsangan dan kesempatam yang diberikan seorang guru pun masih kurang. Kita tahu proses belajar mengajar akan memperoleh hasil yang diharapkan jika guru, siswa dan cara belajar atau strategi belajar dapat dipadukan secara tepat sasaran.
            B. Saran
    Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas dan pengamatan sementara yang penulis lakukan di MTs. SYAHID DORO, maka penulis menemukan beberapa saran sebagai berikut.
1.      Dalam Proses belajar siswa bukan hanya sebagai pendengar melainkan juga sebagai pembelajar yang berperan aktif dalam suksesnya suatu proses belajar.
2.       Siswa harus mampu bertanya dan mengungkapkan pendapat, hal ini juga harus di dukung strategi belajar seorang guru.
3.      Guru harus memberikan kesempatan bertanya dan stimulus (rangsangan) kepada siswa sehingga siswa aktif di kelas.

DAFTAR PUSTAKA
Gunarwan, Asim. 2005. Beberapa Prinsip dalam Komunikasi Verbal:                          Tinjauan      Sosiolinguistik dan Pragmatik. Yogyakarta:                           Universitas Sanata Dharma.
Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka                                  Pelajar.
Rahardi, Kunjana. 2006. Dimensi – Dimensi Kebahasaan Aneka                                  Masalah Bahasa Indonesia Terkini. Jakarta: Erlangga.
Suharyanti. 2011. Pengantar Dasar Keterampilan Berbicara.                                       Surakarta: Yuma Pustaka.
Wiyanto, Asul. 2002. Seri Terampil Diskusi. Jakarta: PT Grasindo.





















- Published By Gooyaabi Templates | Powered By Blogger